Sabtu, 9 Agustus 2025

Wacana Pergantian Wapres

Peneliti BRIN Tak Setuju dengan Jokowi, Sebut Pemakzulan Gibran Tak Harus Sepaket Bersama Prabowo

Peneliti Utama Ilmu Politik BRIN sebut tidak ada pasal yang mengatur mengenai pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden harus sepaket.

Tangkapan Layar YouTube Kompas TV
TUNTUTAN PEMAKZULAN GIBRAN - Tangkapan layar foto Peneliti BRIN, Siti Zuhro dalam Talkshow Dua Arah Kompas TV. Peneliti Utama Ilmu Politik BRIN sebut tidak ada pasal yang mengatur mengenai pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden harus sepaket. 

"Apakah karena satu paket? Kalau pendamping presiden itu bermasalah, maka presiden juga mesti dinyatakan di dalam kondisi yang sama? Kan enggak begitu," tambahnya.

Jokowi Anggap Biasa Desakan Pemakzulan Gibran

Sebelumnya, Jokowi mengatakan bahwa desakan pemakzulan Gibran itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang lumrah terjadi dalam sistem politik terbuka. 

“Itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasi kan ya seperti itu,” kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025).

Jokowi lantas mengungkapkan syarat-syarat presiden dan wakil presiden bisa dimakzulkan, yakni jika mereka melakukan perbuatan pidana, pelanggaran berat, dan perbuatan tercela.

"Bahwa pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden, misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru," ujarnya.

Jokowi pun menyatakan bahwa Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang harus diikuti dalam menanggapi isu pemakzulan Gibran tersebut.

“Ya negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan. Ya diikuti saja proses sesuai ketatanegaraan kita,” ujar Jokowi.

Sebelumnya, desakan pemakzulan Gibran ini muncul setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirimkan surat bertanggal 26 Mei 2025 kepada pimpinan lembaga legislatif.

Surat tersebut ditandatangani oleh empat jenderal purnawirawan, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto. 

Dalam surat itu, mereka menilai bahwa Gibran mendapatkan tiket pencalonan melalui putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, yang disebut cacat hukum karena diputus oleh Anwar Usman, paman Gibran yang saat itu menjabat Ketua MK. 

“Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan,” isi dalam surat tersebut.

(Tribunnews.com/Rifqah/Rizki A)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan