Jumat, 5 September 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Fadli Zon Sebut Kekerasan Seksual Mei 1998 Cuma Rumor, Masyarakat Tionghoa dan Korban Bereaksi

Masyarakat Tionghoa serta korban dan penyintas kekerasan seksual tragedi Mei 1998, merespons pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

|
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews/Jeprima
TRAGEDI MEI 1998 - Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat wawancara di Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta Selatan, Kamis (5/12/2024). Masyarakat Tionghoa serta korban dan penyintas kekerasan seksual tragedi Mei 1998, merespons pernyataan Fadli Zon. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Tionghoa serta korban dan penyintas kekerasan seksual tragedi Mei 1998, merespons pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Diyah Wara Restiyati dari Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia menyatakan bahwa hingga saat ini, masyarakat Tionghoa belum sepenuhnya tercatat dalam sejarah Indonesia.

"Mulai dari masa sebelum kemerdekaan sampai reformasi, sejarah masyarakat Tionghoa belum masuk. Ketika Bapak Fadli Zon mengatakan tidak ada kekerasan terhadap perempuan Tionghoa pada Mei 1998, itu melukai kami," ujarnya dalam konferensi pers Aliansi Perempuan Indonesia, Sabtu (14/6/2025).

Diyah membagikan pengalaman pribadinya selama Tragedi Mei 1998 saat masih bersekolah di SMA.

"Saya terus berkomunikasi dengan teman-teman di Jakarta Barat dan Tangerang. Kondisinya sangat genting. Telepon sering terputus. Ketika tersambung, mereka bercerita bisa menyelamatkan diri karena penampilan mereka tidak terlalu menonjolkan ciri Tionghoa," ujarnya.

Salah satu temannya bahkan memilih mengungsi ke Singapura dan tak kembali hingga sekarang. 

"Trauma itu nyata," tegas Diyah.

Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut kekerasan seksual Mei 1998 sebagai rumor tanpa bukti memicu reaksi keras dari berbagai kelompok perempuan.

"Sebagai penyintas, pernyataan Fadli Zon memperparah luka kami. Ini bukti negara mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM," kata Tuba Falopi dari FAMM Indonesia.

Tuba menambahkan, Fadli Zon seolah banyak membaca sejarah, tetapi justru meminggirkan fakta Mei 1998. 

"Negara gagal melindungi dan memilih menutup mata," kata dia.

Menurutnya, kekerasan seksual saat itu menjadi instrumen kekuasaan yang brutal.

Koalisi perempuan menuntut permintaan maaf dari Fadli Zon dan menolak upaya penulisan ulang sejarah yang mengabaikan peran perempuan. 

Baca juga: Fadli Zon Didesak Minta Maaf Buntut Pernyataan yang Sebut Rudapaksa Massal 1998 Hanya Rumor

"Kami berdiri untuk keadilan dan pengakuan atas penderitaan korban," kata Tuba.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan