Penulisan Ulang Sejarah RI
7 Pihak Semprot Fadli Zon yang Bilang Rudapaksa Mei 1998 Hanya Rumor, Ragu Bukti TPGF dan Habibie?
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mendapat kritikan dan sindiran dari berbagai pihak karena menyebut rudapaksa kekerasan seksual saat Mei 1998 hanya rumor
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas pun menilai pernyataan Fadli Zon tersebut berupaya untuk menghapus jejak pelanggaran HAM yang terjadi saat Peristiwa Mei 1998, khususnya terkait peristiwa kekerasan seksual.
Secara keseluruhan, Fadli Zon juga dianggap tengah meniadakan narasi terkait Orde Baru dari proyek revisi penulisan sejarah yang telah digarap oleh kementerian yang dipimpinnya.
"Tindakan ini pun merupakan kemunduran negara dalam menjamin perlindungan kepada perempuan dan justru semakin memperkuat citra maskulinitas negara," demikian pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil.
Fadli Zon juga dipandang tengah berupaya memutus ingatan kolektif dan mengkhianati perjuangan para korban untuk memperoleh pengakuan, keadilan, kebenaran, dan pemulihan.

Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan pelanggaran berat HAM adalah bentuk komitmen dalam membentuk sejarah yang mempersatukan bangsa sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sejarah Indonesia sekaligus menjadi pembelajaran generasi mendatang.
Terpisah, sejarawan sekaligus aktivis perempuan, Ita Fatia Nadia, mendesak Fadli Zon, untuk meminta maaf setelah menyebut tidak adanya korban pemerkosaan saat tragedi Mei 1998.
Ita mengatakan pernyataan Fadli tersebut kebohongan publik.
Padahal, fakta adanya pemerkosaan terhadap perempuan saat Mei 1998 tertulis dalam buku sejarah dan temuan dari tim gabungan pencari fakta (TGPF) era Presiden ke-3 RI, BJ Habibie.
"Apa yang dikatakan Fadli Zon adalah dusta. Fakta perkosaan massal tertulis jelas di Buku Sejarah Nasional Jilid 6 halaman 699, termasuk temuan TGPF yang diserahkan ke Presiden Habibie," ujarnya dalam pertemuan daring di YouTube Koalisi Perempuan Indonesia, Jumat (13/6/2025).
Bahkan, temuan TGPF tersebut merupakan tonggak awal mula lembaga independen seperti Komnas Perempuan.
Ita mengungkapkan pernyataan Fadli tersebut juga wujud pembangkangan terhadap negara.
Pasalnya, sambung Ita, tragedi Mei 1998 termasuk dengan segala peristiwa di dalamnya seperti pemerkosaan massal sudah diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat.
"Presiden Jokowi pun ada 2023 menetapkan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Mei 1998, melalui rekomendasi PP HAM. Fadli sebagai menteri justru mengingkari keputusan negara," jelasnya.
Ita juga mengungkapkan kematian aktivis perempuan sekaligus korban pemerkosaan Mei 1998 yang bernama Ita Martadinata menjadi bukti adanya tindakan amoral tersebut.
Bahkan, dia juga mengaku ada sejumlah korban menghubunginya untuk bertanya apakah perlu untuk bertestimoni terkait peristiwa pemerkosaan yang dialaminya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.