Sekolah Gratis
Wamendikdasmen Sebut Putusan MK Soal Sekolah Gratis Jadi Aspirasi Penting Dalam Revisi UU Sisdiknas
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Fajar Rizal Ul Haq menyebut putusan MK soal sekolah gratis jadi aspirasi penting dalam revisi UU Sisdiknas
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr Fajar Rizal Ulhaq menyampaikan apresiasi kepada PDI Perjuangan (PDIP) sebagai Partai Politik yang pertama kali menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Sekolah Gratis bagi rakyat.
Hal itu disampaikan Fajar Rizal dalam Seminar Nasional bertema ‘Mewujudkan Amanat Konstitusi, Pendidikan Dasar Gratis Untuk Meningkatkan SDM Unggul Berdaya Saing’ yang digelar DPP PDIP di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, Senin (30/6/2025).
“Saya ingin mengapresiasi, satu rasa ini PDIP adalah partai pertama yang secara resmi menggelar diskusi mengenai putusan MK yang maha penting ini. Jadi itu membuktikan bahwa PDIP adalah suluh perjuangan kaum Wong Cilik. Jadi itu apresiasi pertama kami kepada PDI Perjuangan,” kata Fajar.
Diketahui, sejak munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak boleh dimaknai hanya berlaku bagi sekolah negeri.
Serta, putusan yang menjadi pengingat sekaligus koreksi terhadap praktik kebijakan pendidikan selama ini yang cenderung mengabaikan hak siswa di sekolah/ madrasah swasta untuk mendapatkan pembiayaan pendidikan dasar dari negara, belum pernah dibahas dan dibicarakan secara luas.
Baca juga: Soal Sekolah Gratis, PDIP Soroti Alokasi Anggaran Pendidikan oleh Pemerintah yang Belum Sesuai
Fajar menambahkan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan taat terhadap putusan MK tersebut.
Terlebih, Menteri Dikdasmen Abdul Muti telah menyampaikan dalam beberapa kesempatan.
Namun, terkait mekanisme berjalannya putusan MK tersebut sedang dibahas oleh Kementerian terkait.
Apalagi, kata Fajar, hal tersebut telah dibahas bersama Presiden Prabowo dalam rapat terbatas.
Baca juga: DPR Sebut Sekolah Gratis SD-SMP Tak Bisa Diterapkan Tahun Ini
“Dan salah satu penugasannya adalah Kementerian Keuangan untuk bisa mengkalkulasi seperti apa? Maka pemenuhannya bisa dilakukan secara bertahap. Bertahap dan berkelanjutan,” ujarnya.
Fajar mengatakan, bahwa Hakim MK Arief Hidayat telah menyampaikan tidak serta-merta putusan MK ini akan membebaskan pungutan dari sekolah swasta mandiri.
Sebab, dia mendapati data banyak sekolah swasta mandiri yang tidak terima Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tetapi melakukan pungut biaya dari siswa yang dengan biaya lumayan besar.
“Data kami menunjukkan bahwa anak-anak orang mampu menengah ke atas biasanya lebih suka menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta karena mencari fasilitas yang lebih baik, kualitas yang lebih baik,” ujarnya.
“Nah jika anak-anak tidak mampu atau wongcilik ini masuk sekolah swasta biasanya sekolah swasta menengah ke bawah yang memang kualitasnya perlu kita bantu,” tambahnya.
Dia juga mendapati potret sebagian besar anak-anak didik di level SMP dan SMA bersekolah di sekolah swasta.
Karena itu, sangat tidak mungkin buat pemerintah mengabaikan keberadaan sekolah-sekolah swasta.
Apalagi, daya tampung sekolah negeri sangat terbatas.
“Tinggal bagaimana skemanya yang harus dilihat. Tentu ada perhitungan-perhitungan yang harus kami lihat,” kata dia.
Terkait letak geografis juga menjadi perhatian khusus pemerintah jika putusan MK ini dijalankan secara serentak.
Fajar mencontohkan bagaimana sistem pendidikan di provinsi kepulauan seperti Kepulauan Riau yang memerlukan pendekatan yang berbeda dengan sekolah di Bogor, Bandung maupun Aceh.
“Pasti pemerintah akan punya pendekatan yang lebih variatif. Tetapi yang tidak bisa kita ubah adalah standar minimum. Bahwa sekolah itu harus bisa berkualitas. Maka standar minimumnya apa yang harus dipenuhi? Termasuk unit pembiayaannya. Nah yang bicara unit pembiayaan tentu adalah Kementerian Keuangan. Kami hanya akan mengatur soal sistemnya dan tata kelolanya,” paparnya.
Selain itu, Fajar mengatakan kesuksesan dari putusan MK itu juga harus melibatkan pemerintah daerah. Karena, urusan pendidikan adalah urusan konkuren, bukan mutlak urusan pusat.
Karena itu, pemenuhan keputusan MK ini juga sangat terkait dengan komitmen pemerintah daerah.
“Kalau itu tidak segini, tidak sejalan, itu akan tinggal. Jadi poin terakhirnya adalah ini membutuhkan komitmen secara kolektif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena ini menyangkut kewajiban yang sifatnya konkuren,” ujarnya.
Secara khusus, Fajar juga berharap kepada Komisi X DPR RI dan Fraksi PDIP untuk mengawal perbaikan di revisi Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003.
Hadir dalam acara itu Ketua Panitia Seminar yakni Ketua DPP PDIP yang juga Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti.
“Tentu dengan putusan ini kita akan memasukkan aspirasi penting itu di dalam semangat atau jiwa revisi Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003,”kata Fajar.
“Kami juga tentu mohon dukungan, bantuan dari teman-teman PDIP di Komisi X DPR, karena bagaimanapun, parlemen lah sebagai palangan pintu kita, tulang bumbung kita untuk bisa memastikan amanat MK ini bisa ditunaikan secara sebaik mungkin,” tandasnya.
Sebagai informasi, Seminar Nasional ini turut menghadirkan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Arief Hidayat sebagai Keynote Speaker.
Lalu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, yang diwakili Staf Ahli Bidang Pengeluaran negara Suprapto , Dr. Lucky Alfirman dan Kepala Organisasi Riset Ilmu) Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN, Dr Yan Rianto sebagai nara sumber.
Wakil Bendahara DPP PDIP yang juga Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike menambahkan kegiatan Seminar Nasional ini dihadiri langsung oleh Fungsionaris DPP PDI Perjuangan.
Tampak hadir Prof Rokhmin Dahuri, Sadarestuwati, Tri Rismaharini, Wuryanti Sukamdani, lalu fungsionaris DPD DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten; DPC PDI Perjuangan se-Jabodetabek; Poksi VIII,X dan XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan; Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Daerah 3T dan Daerah marginal; Pimpinan DPRD dari PDI Perjuangan Daerah 3T dan Daerah Marginal serta Pemerhati Pendidikan.
Diskusi juga diikuti lebih dari 800 orang melalui zoom baik kader partai, anggota fraksi maupun kepala daerah dari PDI Perjuangan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.