UU Pemilu
Pimpinan DPR Tegaskan Tak Ada Revisi UU MK Setelah Putusan Pemisahan Pemilu Lokal Nasional
Wakil Ketua DPR RI Fraksi Partai Golkar Adies Kadir menegaskan hingga saat ini belum ada pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Fraksi Partai Golkar Adies Kadir menegaskan hingga saat ini belum ada pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Pernyataan ini muncul di tengah munculnya putusan MK terbaru yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan lokal.
“Revisi MK itu kan sudah selesai 5 tahun yang lalu, kebetulan saya ketua Panjanya, dan itu tinggal tunggu. itu sudah tinggal rapat paripurna tingkat 2 saja tinggal paripurna,” kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Ia menjelaskan meski draf revisi tersebut sudah siap untuk diparipurnakan, belum ada langkah konkret dari pimpinan DPR untuk menindaklanjutinya.
“Jadi kita tinggal tunggu aja Bamus, tapi sampai saat ini belum ada pembicaraan dari pimpinan, mestinya man kalau ada kan di rapim, kemudian di-Bamus-kan, tapi belum ada terkait dengan MK, belum ada pembicaraan,” ucapnya.
Baca juga: NasDem Dorong MPR Tafsirkan UUD Terkait Putusan MK soal Pemilu Terpisah
Menurut Adies, DPR dan partai politik masih mencermati secara mendalam implikasi dari putusan MK soal pemisahan Pemilu.
Dia menyebut belum semua partai politik mengambil sikap, kecuali NasDem yang dinilai lebih cepat.
“Jadi memang kita berhati-hati dalam menyikapi ini, demikian juga partai-partai, kami lihat masih banyak, hampir semuanya mengkaji kecuali partai NasDem mungkin lebih cepat mereka mengkajinya,” ujarnya.
“Tetapi partai-partai lain masih dalam proses mengkaji terhadap putusan tersebut, demikian juga DPR,” lanjutnya.
Baca juga: Perludem: DPR dan Pemerintah Harus Segera Tindaklanjuti Putusan MK yang Pisahkan Pelaksanaan Pemilu
Lebih lanjut, Adies mengungkapkan bahwa DPR telah mulai membuka komunikasi dengan pihak pemerintah mengenai respons terhadap putusan MK itu.
Dia berharap ada kesamaan pandangan yang dapat dihasilkan dari proses kajian masing-masing pihak.
"Kami baru berbicara awal dengan pemerintah seminggu lalu dengan pimpinan, dan mungkin ini sekarang pemerintah juga lagi mengkaji, kita ketahui seperti itu,” katanya.
“Mudah-mudahan nanti hasil kajian ini bisa kita satukan dan mendapatkan satu keputusan yang tidak merugikan berbagai pihak, khususnya juga merugikan pemerintah dan masyarakat,” ucapnya.
MK memutuskan Pemilu dan Pilkada harus berlangsung dengan jeda maksimal 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Berkaca dari pengalaman Pemilu dan Pilkada 2024, MK berpendapat masih banyak masalah yang timbul akibat pelaksanaan yang serentak.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.