Senin, 29 September 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Peneliti IDCI: Kedaulatan Digital Harus Jadi Bagian Integral Wawasan Nusantara

Dalam era modern, pemahaman tentang kedaulatan negara harus meluas hingga mencakup ranah digital. 

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Handout/IST
KEDAULATAN DIGITAL - Peneliti Senior IDCI Taufiq A. Gani saat memaparkan Wawasan Nusantara Sebagai Cara Pandang Geopolitik Bangsa Dari Aspek Digital Dalam Kepentingan Strategis Nasional di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Indonesia Digital and Cyber Institute (IDCI), Taufiq A Gani, menyatakan dalam era modern, pemahaman tentang kedaulatan negara harus meluas hingga mencakup ranah digital. 

IDCI adalah lembaga kajian dan advokasi yang berfokus pada isu-isu strategis di bidang keamanan siber, transformasi digital, dan kedaulatan teknologi nasional.

Menurutnya, Wawasan Nusantara sebagai pandangan geopolitik bangsa sudah saatnya tidak hanya berfokus pada daratan, lautan, dan udara, melainkan juga meliputi penguasaan terhadap data, teknologi, dan sistem informasi.

Hal itu disampaikannya sekaligus menanggapi perkembangan kerja sama digital antara Indonesia dan Amerika Serikat.

“Di dunia yang terhubung secara digital, informasi jadi senjata baru. Tak terlihat, tapi sangat kuat,” ujar Taufiq dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).

Pernyataan tersebut muncul menyusul pengumuman kesepakatan dagang Indonesia-AS pada 22 Juli 2025, di mana salah satu poin pentingnya mencakup pembukaan akses transfer data pribadi lintas negara dan penghapusan hambatan terhadap produk digital dari AS. 

IDCI menilai bahwa kesepakatan ini tidak semata bersifat ekonomi, melainkan mengandung konsekuensi strategis yang menyentuh aspek kedaulatan digital.

IDCI mengingatkan bahwa ketika data warga negara dikelola di luar negeri tanpa mekanisme kontrol domestik, maka Indonesia berisiko kehilangan sebagian kendali atas ruang strategis nasionalnya.

Lebih jauh, IDCI memandang bahwa dua bentuk tekanan global saat ini, perang tarif dan perang siber, menjadi alat dominasi baru bagi negara-negara besar. 

Dominasi tersebut tidak lagi dilakukan lewat kekuatan militer, melainkan melalui pengaruh terhadap standar teknologi, regulasi data, dan infrastruktur digital yang mengatur kehidupan masyarakat.

Konsekuensinya, konsep kedaulatan harus dimaknai ulang. Negara perlu memiliki kendali atas jaringan digital, platform informasi, dan jalur data yang menjadi sarana vital dalam kehidupan warganya.

Direktur Eksekutif IDCI, Yayang Ruzaldy, menambahkan bahwa Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) yang kini tengah dibahas di DPR menjadi momen penting untuk menegaskan ruang digital sebagai wilayah strategis nasional.

Ia menekankan perlunya sinergi antar lembaga seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya teknis, tetapi berbasis pada semangat kedaulatan bangsa.

Baca juga: Pengelolaan Data Pribadi Warga Indonesia Diserahkan ke AS, Apa Manfaat dan Risikonya?

“Ruang digital harus dimaknai sebagai wilayah strategis bangsa yang perlu diatur dan dijaga,” tandas Yayang.

Klaim Amerika Serikat

Gedung Putih merilis sebuah pernyataan mengenai 'kesepakatan perdagangan bersejarah' Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia dalam situs resmi mereka.

Presiden AS, Donald Trump menjelaskan kesepakatan perdagangan bersama Indonesia kali ini akan menjadi terobosan besar bagi sektor manufaktur, pertanian, dan digital Amerika.

Terdapat delapan poin kesepakatan tarif antara AS dan Indonesia, di mana salah satunya adalah "Menghapus Hambatan Perdagangan Digital".

Dalam hal ini, Gedung Putih memaparkan bahwa pemerintah Indonesia bakal menyerahkan pengelolaan data pribadi masyarakat kepada AS, sebagai pengakuan terhadap AS yang merupakan negara atau yurisdiksi dengan perlindungan data yang memadai.

Secara terang-terangan pihak Gedung Putih juga mengatakan perusahaan-perusahaan di AS telah mengupayakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan perlindungan data pribadi.

Dengan kata lain, AS dinilai mampu untuk mengelola data pribadi masyarakat Indonesia.

"Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data memadai berdasarkan hukum Indonesia. Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun," demikian pernyataan Gedung Putih, dikutip pada Rabu (23/7/2025).

Pada poin tersebut, Indonesia disebut juga berkomitmen untuk menghapuskan lini tarif Harmonized Tariff Schedule (HTS) yang ada bagi 'produk tak berwujud' dan menangguhkan persyaratan terkait deklarasi impor, mendukung moratorium permanen bea masuk atas transmisi elektronik di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan segera dan tanpa syarat.

Gedung Putih juga menekankan bahwa Indonesia sepakat untuk mengambil tindakan efektif dalam mengimplementasikan inisiatif bersama terkait regulasi domestik jasa.

Baca juga: Menkomdigi Sebut Pemerintah Segera Koordinasi Soal Isu Data Pribadi WNI Dikelola AS

Termasuk dengan menyerahkan komitmen khusus yang telah direvisi untuk kemudian disertifikasi oleh WTO.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan