Pemblokiran Rekening
Ekonom INDEF Sebut Tindakan PPATK Blokir Rekening Tidak Aktif Terlalu Ekstrem dan Gegabah
Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto menilai kebijakan pemblokiran rekening oleh PPATK sebagai kebijakan ekstrem.
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menilai kebijakan pemblokiran rekening dormant atau tidak aktif oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai kebijakan ekstrem.
Ia pun menilai kebijakan tersebut tidak konstruktif untuk sektor Perbankan.
"Menurut saya sih kebijakan ini terlalu ekstrem lah ya gitu ya, untuk sektor perbankan dan pasti tidak konstruktif untuk sektor perbankan," kata Eko Listiyanto kepada Tribunnews.com, Kamis (31/7/2025).
Meski ada niat baik untuk menekan rekening penampungan tindak pidana termasuk judi online (judol), tetapi penerapannya dinilai salah.
Karena dampaknya bukan hanya bagi pengguna rekening untuk kepentingan kejahatan, tetapi pemilik rekening yang tak tersangkut pidana ikut merasakan dampaknya secara langsung dan menimbulkan keresahan.
Baca juga: Soal PPATK Blokir Rekening Bank, Celios: Pemerintah Senang Buat Kebijakan Bikin Masyarakat Murka
"PPATK itu harus punya mekanisme bahwa ya memang kalau yang diblokir itu yang dicurigai saja. Kalau kemudian caranya begini, itu pasti akan menimbulkan keresahan di masyarakat," ungkapnya.
Menurut Eko, kepercayaan masyarakat yang menabung pada suatu bank lantaran tak ada batasan ketika hendak mengambil uang tabungannya tersebut.
"Kalau kemudian pada saat mereka membutuhkan kemudian uangnya nggak bisa diambil itu akan berisiko terhadap reputasi sektor perbankan, terutama pada bank yang bersangkutan," tuturnya.
Baca juga: YLKI Sebut Langkah PPATK Blokir Rekening Nganggur Tak Pertimbangkan Hak Konsumen
"Itu menurut saya sih cara ini kan akhirnya muncul kan keluhan-keluhan ya, terus kemudian curhatan-curhatan dari masyarakat yang rekeningnya dormant, tapi tidak ada niatan sama sekali untuk menggunakan untuk judol ya, ataupun tidak akan nomine lainnya gitu loh," jelasnya.
Sehingga, Eko meminta agar kebijakan pemblokiran tersebut segera direvisi dengan tujuan agar tingkat kepercayaan masyarakat tak hilang.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) adalah lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta.
Aktivitas INDEF di antaranya melakukan riset dan kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Penjelasan PPATK
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan PPATK tidak melakukan penyitaan, perampasan, dan peminjaman terhadap rekening bank nasabah yang dibekukan.
Dia menegaskan rekening nasabah aman 100 persen dan bisa dipergunakan kembali.
"Tidak ada penyitaan, perampasan atau peminjaman. Dana dan rekening nasabah aman 100 persen dan bisa dipergunakan kembali. Buktinya kan sudah lebih dari 28 juta (rekening) yang kami hentikan sudah dibuka kembali. Aman malah tidak ada risiko disalahgunakan. Justru sedang diamankan," kata Ivan saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (31/7/2025).
Dia mengatakan pembukaan kembali transaksi terhadap lebih dari 28 juta rekening dormant tersebut telah dilakukan sejak awal kebijakan tersebut berjalan beberapa bulan lalu.
"Lho ya memang sejak awal proses ini jalan beberapa bulan lalu, kami sudah membuka kembali 28 juta lebih rekening yang kami hentikan transaksinya sementara," kata Ivan.
"Puluhan juta rekening tidak aktif, kami hentikan sementara transaksinya lalu kami cek kelengkapan dokumennya serta keberadaan nasabahnya, dan setelah diingatkan kepemilikan rekeningnya, segera kami cabut henti-nya. Ramainya baru sekarang," ungkap dia.
Ivan menjelaskan langkah tersebut adalah bagian dari program pencegahan yang harus dilakukan.
Justru, menurut Ivan, dengan apa yang dilakukan PPATK tersebut rekening-rekening tabungan nasabah menjadi semakin aman dan terpantau oleh nasabahnya masing-masing.
"Yang pusing sekarang para pelaku pidana, mau nyari rekening tidur buat disalahgunakan menjadi susah," ungkapnya.
"Beberapa (ribuan nasabah) marah ke PPATK karena merasa dibekukan sebagai akibat tidak aktif, setelah kami cek ternyata alasan pembekuan bukan karena dormant tapi karena murni rekening penampungan hasil pidana (mayoritas judi online)," lanjut Ivan.
Dia juga mengatakan pihaknya juga telah melaporkan hal tersebut ke aparat penegak hukum.
Ivan juga menunjukkan sebuah grafik yang menunjukkan turunnya trend deposit perjudian online (judol) pada Semester I tahun 2025.
Pada grafik tersebut, terlihat tren mengalami kenaikan sekaligus penurunan yang tajam di bulan April 2025.
"Ketika dormant kita bekukan, deposit judol langsung nyungsep sampai minus 70 persen lebih. Dari Rp 5 triliun lebih menjadi hanya Rp 1 triliunan lebih," kata Ivan.
"Trend jumlah transaksi deposit judol juga terjun bebas setelah kita bekukan dormant. Ini kan semua hasil positif. Sesuai Asta Cita dan Indonesia Emas beneran," ungkapnya.
Dia mengimbau agar masyarakat sebagai nasabah menjaga kepemilikan rekeningnya.
Ivan juga mengimbau agar jangan sampai rekening masyarakat disalahgunakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dia pun menunjukkan potongan klip pemberitaan di televisi yang menyoroti sejumlah kasus pidana terkait pembobolan rekening nasabah.
Menurutnya, saat ini tindak pidana semacam itulah yang juga tengah dicegah oleh PPATK.
"Ya jaga saja sebagai nasabah atas kepemilikan rekeningnya. Memang ini perintah Undang-Undang agar nasabah melakukan pengkinian datanya, sehingga tidak rawan disalahgunakan,"kata Ivan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.