Kamis, 7 Agustus 2025

Ahli Hukum Menilai Imunitas Jaksa dalam UU Kejaksaan Berpotensi Langgar Prinsip Negara Hukum

Syafa’at menilai aturan soal perlindungan jaksa dalam Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bisa disalahgunakan. 

Shutterstock
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Undang-Undang Kejaksaan, Senin (4/8/2025).  Ahli hukum Syafa’at Anugrah Pradana menilai aturan soal perlindungan jaksa dalam Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bisa disalahgunakan.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Undang-Undang Kejaksaan, Senin (4/8/2025). 

Sidang ini menggabungkan tiga perkara sekaligus, yaitu perkara Nomor 9, 15, dan 67/PUU-XXIII/2025.

Baca juga: Kejaksaan Agung Bantah Isu Penggeledahan di Rumah Jampidsus Febrie Adriansyah

Dalam sidang ini, dua ahli hukum, Syafa’at Anugrah Pradana dan Harmin, hadir memberikan keterangan sebagai ahli dari Pemohon Perkara Nomor 15.

Dr Syafa’at Anugrah Pradana SH MH adalah seorang akademisi dan ahli hukum tata negara yang aktif mengajar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare, Sulawesi Selatan.

Bidang keahlian dan fokus kajiannya meliputi: 

  • Hukum Tata Negara
  • Hukum Pemerintahan Daerah
  • Fiqh Siyasah (politik Islam)
  • Hukum Pendidikan dan Lingkungan

Syafa’at menilai aturan soal perlindungan jaksa dalam Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bisa disalahgunakan. 

Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia (UU No. 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2004) menyatakan bahwa:

"Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung."

Pasal ini memberikan hak imunitas prosedural kepada jaksa dalam menjalankan tugasnya.

Tujuannya adalah untuk melindungi independensi dan integritas jaksa, agar tidak mudah diintervensi atau diintimidasi oleh pihak luar.

Namun, izin dari Jaksa Agung menjadi syarat mutlak sebelum aparat penegak hukum lain dapat melakukan tindakan hukum terhadap seorang jaksa.

Menurut Syafa’at, perlindungan hukum seharusnya diberikan karena jabatan, bukan kepada orangnya.

"Izin dari jaksa agung memang bertujuan agar institusi Kejaksaan sebagai lembaga penuntutan tidak dilemahkan. Akan tetapi ada potensi penyimpangan seperti tidak adanya kontekstual pada saat melaksanakan tugas maupun di luar pelaksanaan tugas," ujarnya.

"Potensi standar ganda dalam perlakuan hukum antara jaksa dan warga negara biasa dan mengenai perlindungan jabatan yang idealnya tidak menghilangkan prinsip pertanggungjawaban hukum individual," sambung Syafa'at.  

Ia juga mengkritik aturan soal jaksa bisa merangkap jabatan. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan