Minggu, 10 Agustus 2025

Ekonom Ragukan Data Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen, Istana Bantah Ada Manipulasi Data dari BPS

Hasan Nasbi menanggapi kritik sejumlah ekonom yang meragukan data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12 persen yang dirilis BPS.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
DATA PERTUMBUHAN EKONOMI - Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi menanggapi kritik sejumlah ekonom yang meragukan data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12 persen yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Hasan menyebut aneh bila ada pihak yang hanya mempercayai data saat buruk namun meragukannya saat membaik.  

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin menimbulkan kecurigaan adanya tekanan dari Istana.

Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan kapasitas suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa selama periode waktu tertentu. 

Ini biasanya diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan nasional riil dan mencerminkan seberapa besar aktivitas ekonomi meningkat dari tahun ke tahun.

Ciri-ciri pertumbuhan ekonomi ditandai naiknya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, bertambahnya produksi barang dan jasa, berkurangnya tingkat pengangguran dan kemiskinan, serta meningkatnya daya beli masyarakat.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan angka pertumbuhan ekonomi yang diumumkan BPS menantang konsensus suram yang telah disuarakan hampir seluruh lembaga kredibel, dari IMF dan Bank Dunia yang memproyeksikan di kisaran 4,7-4,8 persen, hingga para ekonom domestik yang melihat langsung lesunya denyut nadi perekonomian.

Adapun rinciannya, Dana Moneter Internasional (IMF), dalam laporan World Economic Outlook Update edisi Juli 2025, memproyeksikan angka 4,8 persen. 

Senada dengan itu, Bank Dunia melalui Global Economic Prospects edisi Juni 2025 bahkan memberikan estimasi yang lebih konservatif di angka 4,7 persen. 

Dari dalam negeri, Bank Indonesia memberikan rentang proyeksi antara 4,7 persen hingga 5,1 persen, di mana angka realisasi BPS justru melampaui batas atas skenario paling optimis sekalipun. 

Pemerintah sendiri, melalui Kementerian Keuangan, menargetkan pertumbuhan di kisaran 5,0 dalam asumsi APBN. 

Sementara itu, lembaga riset independen seperti INDEF dan LPEM FEB UI juga memberikan proyeksi yang jauh di bawah realisasi, masing-masing di angka 4,8 dan 4,95 persen. 

"Konsensus yang solid ini menunjukkan bahwa para analis, baik global maupun domestik, melihat sinyal pelemahan yang nyata, sebuah sinyal yang tampaknya diabaikan oleh angka tunggal BPS," kata Achmad kepada Tribunnews.com, Rabu (6/8/2025).

Menurutnya, narasi resmi BPS yang coba dibangun bahwa sebuah "tsunami fiskal" dari belanja pemerintah mampu menjadi penyelamat tunggal, terdengar simplistis dan tidak memadai. 

Ia menyebut, atas hal itu muncul pertanyaan fundamental yang kini menggantung di benak publik adalah, benarkah daya ungkit belanja pemerintah sedahsyat itu hingga mampu meniadakan dampak gabungan dari lesunya konsumsi, mandeknya investasi swasta, dan anjloknya ekspor?

"Kecurigaan yang beralasan ini secara sah membuka kembali kotak pandora yang selama ini coba ditutup rapat. Kemungkinan adanya kelemahan fundamental dalam metodologi BPS, baik yang terjadi karena ketidaksengajaan maupun kesengajaan," paparnya.

Ada Intervensi dari Istana?

Achmad menyampaikan, keraguan publik terhadap anomali data ini mengerucut pada dua kemungkinan yang sama-sama meresahkan, yang harus dibedah dengan nalar kritis.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan