Minggu, 10 Agustus 2025

Royalti Musik

LMKN: Ada Pengamen Bayar Royalti Pakai QRIS Cuma 10 Ribu

Yessy mengeklaim para pengamen mau membayar royalti dengan sukarela meski nominalnya kecil.

Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
ROYALTI MUSIK - Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Yessy Kurniawan saat ditemui di kawasan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta usai mengikuti proses sidang pengujian Undang-Undang Hak Cipta, Kamis (7/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Yessy Kurniawan mengatakan sudah ada pengamen yang melakukan pembayaran royalti kepada mereka melalui metode pembayaran quick response code Indonesian Standard atau QRIS.

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia untuk mengelola royalti atas penggunaan lagu dan musik secara komersial. LMKN berperan penting dalam memastikan hak ekonomi para pencipta lagu, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait tetap terlindungi dan terdistribusi secara adil.

Baca juga: Polemik Royalti Musik, Bagaimana dengan Pemutaran Lagu Indonesia Raya? Ini Kata Ahli

QRIS adalah standar nasional kode QR yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk memfasilitasi pembayaran digital di Indonesia.

“Saya lupa, apa di Bandung, apa di mana, malah ada komunitas pengamen sudah bayar pakai QRIS kalau saya tidak salah itu,” kata Yessy kepada wartawan, Jumat (8/8/2025).

Pengamen adalah individu atau kelompok yang melakukan pertunjukan seni di tempat umum—seperti bernyanyi, bermain alat musik, menari, atau aksi hiburan lainnya—dengan tujuan mendapatkan uang dari penonton atau orang yang lewat.

Saat menghubungi LMKN, Yessy mengeklaim para pengamen mau membayar royalti dengan sukarela meski nominalnya kecil.

“Dia sudah pakai Qris kalau tidak salah. Itu menghubungi kami kok. Dan ceritanya apa yang jadi masalah waktu itu? ‘Pak, boleh enggak pak, kita hanya 10 ribu membayar’ dan segala macam,” jelasnya.

Lebih lanjut, Yessy menegaskan, saat ini LKMN baru bisa mengumpulkan 10 persen dari total keseluruhan ‘pasar’ di Indonesia yang menurut mereka seharusnya membayar royalti.

“Kita ini terus terang ya. Baru 10 persen dari pasar market yang besarnya pasar market ini kita itu baru bisa collect 10 persen. Kita belum full Sumatra Utara. Belum full Sulawesi. Belum full di Papua, Bali. Masih banyak banget,” jelasnya.

Baca juga: Hakim MK Pertanyakan Aturan Royalti untuk Lagu Religi dan Pembacaan Alquran

Hingga saat ini, LKMN sendiri punya skala prioritas ihwal pihak mana saja yang menurut mereka wajib untuk membayar royalti.

Royalti adalah imbalan atau pembayaran yang diberikan kepada pemilik hak atas suatu karya atau aset, sebagai kompensasi atas penggunaan karya tersebut oleh pihak lain. Royalti biasanya terkait dengan hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, merek dagang, atau sumber daya alam.

Dalam hal pengamen, itu tidak masuk dalam skala prioritas LMKN untuk membayar royalti.

Saat ini, menurut LMKN, masih banyak pihak yang masih belum punya kesadaran penuh untuk membayar royalti.

Sehingga fokus mereka akan ada di beberapa hal seperti pembayaran royalti oleh toko hingga restoran.

“Coba bayangkan kalau seluruh Indonesia ini bayar. Enggak usah urusin pengamen. Urusin dulu toko-toko, salon, kafe, restoran ini. Jutaan unit. Ngapain kita urusin yang itu (pengamen),” pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan