Bantuan Langsung Tunai
Ribuan Penerima Bansos Pegawai BUMN hingga Dokter, DPR Desak Perbaikan Sistem Pendataan
Temuan PPATK terkait kejanggalan data penerima bantuan sosia menunjukkan adanya kelemahan dalam pendataan dan verifikasi penerima manfaat.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDIP Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyoroti temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait kejanggalan data penerima bantuan sosial (bansos) yang diajukan Kementerian Sosial.
Selly mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan sistem pendataan secara menyeluruh.
Baca juga: Jawa Barat Jadi Provinsi Tertinggi Penerima Bansos yang Bermain Judi Online
Berdasarkan profil yang ditemukan PPATK di salah satu bank, terdapat 27.932 penerima bansos yang berstatus pegawai BUMN, 7.479 orang berprofesi sebagai dokter, dan lebih dari 6.000 orang bekerja di level eksekutif atau manajerial.
Selain itu, PPATK juga menemukan lebih dari 78.000 penerima bansos tercatat masih aktif bermain judi online pada semester I tahun 2025.
"Bansos seharusnya tepat sasaran, diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada pihak yang secara ekonomi sudah mapan seperti pegawai BUMN, dokter, maupun anggota DPRD," kata Selly kepada Tribunnews.com, Minggu (10/8/2025).
Menurutnya, temuan PPATK tersebut menunjukkan adanya kelemahan dalam pendataan dan verifikasi penerima manfaat.
Sejalan dengan komitmen Ketua DPR RI, Puan Maharani, Selly menyerukan ada perbaikan sistem secara menyeluruh.
"Mulai dari integrasi data penerima bantuan sosial dengan data kependudukan dan pajak, pemutakhiran data secara berkala, hingga pengawasan berlapis," ujarnya.
Baca juga: Rekening Diblokir PPATK Tanpa Peringatan: Uang Bansos, Tabungan Anak, hingga Biaya Operasi Tertahan
Dia menegaskan, teknologi digital dan big data analytics harus dimanfaatkan untuk menyaring data agar tidak ada penerima bansos yang sebenarnya tidak layak.
"Bukan hanya keterlibatan teknologi, keterlibatan petugas di lapangan menjadi penting. Tentunya, integritas petugas lapangan ini menjadi kontroling atas integrasi data," tegas Selly.
Selly menilai, pandemi Covid-19 pada 2019–2022 mewariskan orientasi bansos yang tak hanya berfungsi sebagai jaring pengaman sosial, tetapi juga pemicu daya beli masyarakat.
Namun, dia mengungkapkan bahwa mekanisme penyaluran yang berlaku kini berbeda dari sebelum pandemi.
"Sekarang, bantuannya turun terlebih dahulu, baru kemudian proses verifikasi dilakukan. Tidak ada mitigasi kerugian negara oleh pihak-pihak terkait," ucapnya.
Selly menambahkan, mekanisme penyaluran yang berlaku pada masa pandemi tidak lagi relevan untuk kondisi saat ini.
Sebelumnya, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana pada Kamis (7/8/2025), memaparkan anomali data penerima bantuan sosial (bansos).
Menurutnya, dari DTSEN yang dikirim Kementerian Sosial (Kemensos) kepada PPATK, ada sejumlah anomali penerima bansos dari segi profesi.
Adapun data penerima bansos tersebut sebesar 10 juta penerima.
"Lalu yang menarik lagi ketika tadi kami sampaikan, izin Pak Menteri kami sampaikan kembali, dari profil yang kami temukan di satu bank saja, kami menemukan data yang anomali contohnya misalnya terdapat 27.932 penerima bansos yang statusnya adalah pegawai BUMN," kata Ivan di Kantor Kemensos, Jakarta Pusat, Kamis.
Tidak hanya pegawai BUMN, PPATK juga mencatat 7 ribu penerima bansos berprofesi sebagai dokter hingga 6 ribu penerima bansos berprofesi sebagai manajer.
"Lalu kemudian ada 7.479 sekian data penerima bansos yang statusnya adalah dokter. Lalu kemudian ada lebih dari 6.000 statusnya adalah eksekutif atau manajerial," ujar Ivan
"Dan banyak lagi status-status yang menurut kami ini sebenarnya perlu didalami lebih lanjut oleh Kemensos dalam konteks groundchecking apakah yang bersangkutan memang masih layak menerima bansos atau tidak," sambungnya.
PPATK menilai, Kementerian Sosial perlu menindaklanjuti data tersebut dengan verifikasi lapangan, untuk memastikan kelayakan penerima bantuan.
“Apakah yang bersangkutan memang masih layak menerima bansos atau tidak, ini perlu dicek kembali,” ucap Ivan.
Dari 10 juta rekening yang diserahkan oleh Kementerian Sosial kepada PPATK untuk ditelusuri, hanya 8.398.624 rekening yang teridentifikasi menerima bansos.
Sisanya, sekitar 1,7 juta rekening, tidak ditemukan bukti sebagai penerima bantuan.
PPATK juga menemukan lebih dari 78.000 penerima bansos masih aktif bermain judi online (judol) pada semester I tahun 2025.
“Ini jelas menjadi perhatian. Bahkan, kami temukan hampir 60 orang penerima bansos yang memiliki saldo rekening di atas Rp 50 juta, namun masih menerima bantuan," imbuh Ivan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.