Jumat, 15 Agustus 2025

Sosok Christian Adrianus Shite Sarjana Hukum yang Gugat UU Polri karena Belum Dapat Pekerjaan

Christian juga menegaskan bahwa dirinya mengalami kerugian yang nyata (actual loss) berupa tertutupnya potensi memperoleh penghasilan

Tangkapan layar akun YouTube resmi Mahkamah Konstitusi
GUGAT UU POLRI - Christian Adrianus Shite, Pemohon II dalam perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menguji Undang-Undang Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang perbaikan permohonan di Ruang Sidang Panel MK, Jakarta, Senin (11/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang lulusan sarjana ilmu hukum mengaku dirinya belum mendapatkan pekerjaan yang layak akibat berlakunya Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

Sarjana Ilmu Hukum adalah gelar akademik yang diberikan kepada lulusan program studi hukum di jenjang Strata 1 (S1). Gelar ini biasanya disingkat sebagai S.H. (Sarjana Hukum) dan diperoleh setelah menyelesaikan pendidikan hukum di perguruan tinggi.

Baca juga: Gugatan UU Polri di MK, Pemerintah Tegaskan Pemberhentian Kapolri Adalah Hak Prerogatif Presiden

UU Polri merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Undang-undang ini menjadi dasar hukum utama bagi tugas, fungsi, dan wewenang Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Oleh karena itu ia pun mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji kedua pasal itu.

Namanya Christian Adrianus Shite, ia merupakan Pemohon II dalam perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

“Pemohon II ialah warga negara yang merupakan lulusan sarjana ilmu hukum yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak, telah mengalami kerugian nyata, spesifik, dan aktual sebagai akibat berlakunya penjelasan pasal 28 Ayat 3 UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,” ujar Christian di Ruang Sidang Panel MK, Senin (11/8/2025).

Pasal 28 Ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia berbunyi:

"Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."

Dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan bahwa:

"Yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."

Baca juga: Pelantikan Irjen Muhammad Iqbal Jadi Sekjen DPD Dinilai Langgar UU Polri, Wujud Pembiaran DPR

“Yang di mana keberlakuan norma dalam penjelasan pasal a quo secara langsung menutup peluang Pemohon II untuk berkompetisi secara adil dalam pengisian jabatan publik yang seharusnya dapat diikuti oleh warga negara sipil melalui proses seleksi terbuka,” sambungnya.

Kemudian, Christian juga menegaskan bahwa dirinya mengalami kerugian yang nyata (actual loss) berupa tertutupnya potensi memperoleh penghasilan, karier, dan jaminan sosial dari jabatan publik yang seharusnya dapat ia ikuti.

Adapun sidang kali ini merupakan sidang perbaikan permohonan dengan menambahkan Christian sebagai Pemohon II.

Sebelumnya, hanya ada satu Pemohon dalam sidang, yakni Syamsul Jahidin yang merupakan mahasiswa doktoral sekaligus advokat.

Dalam sidang sebelumnya, Selasa (29/7/2025), Syamsul mengatakan terdapat anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, Kepala BNPT.

Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun. 

Hal demikian dinilai Syamsul bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik.

Serta merugikan hak konstitusional para Pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.

Menurut Syamsul, tidak adanya pembatasan yang pasti terkait dengan penjelasan dalam aturan hukum tersebut memberikan celah bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya secara definitif.

Baca juga: MK Tidak Menerima Gugatan UU Polri karena Hanya Soroti Kapolri, Bukan Uji Normanya

Pasal 28 ayat (3) UU Polri telah menciptakan ketidaksetaraan dalam hukum dan pemerintahan, sehingga melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum dan mengabaikan hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Norma tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.

Untuk itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkuatan hukum mengikat.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan