Selasa, 19 Agustus 2025

Sidang Eksepsi Kasus LPEI: Kuasa Hukum Nyatakan Pengadilan Tipikor Tak Berwenang Adili Perkara

Kuasa hukum menilai kasus LPEI ini seharusnya masuk ranah perdana atau pidana umum karena pembayaran cicilan masih berlangsung.

|
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Erik S
dok.
SIDANG PERTAMA - Sidang perdana kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 8 Agustus 2025. Kasus ini menghadirkan 3 terdakwa yakni Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT Petro Energy) dan Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal dan Komisaris Utama PT Petro Energy). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan agenda pembacaan eksepsi digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2025).

Perkara ini menjerat tiga terdakwa dari PT Petro Energy: Newin Nugroho (Direktur Utama), Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan) dan Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy).

Dalam persidangan, Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., selaku Kuasa Hukum dari Jimmy Masrin menegaskan bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili kasus ini.

Baca juga: Kuasa Hukum Terdakwa Kasus LPEI Minta Kejelasan Audit, Ini Rincian Dakwaan Jaksa di Sidang Pertama

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), perkara ini seharusnya masuk dalam ranah perdata atau pidana umum, dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang lebih tepat untuk menanganinya.

“Berdasarkan Pasal 43 ayat 2 UU LPEI No. 2 Tahun 2009, dan mengacu pada Pasal 14 UU Tipikor, perlu dipahami bahwa kasus korupsi yang dilakukan oleh otoritas dalam LPEI bukan tergolong sebagai tindak pidana korupsi. Karena itu, pengadilan Tipikor tidak memiliki wewenang untuk mengadili perkara ini,” ujar Soesilo.

Kuasa hukum juga menggarisbawahi bahwa KPK hanya menelusuri perkara hingga tahun 2019. Padahal di tahun yang sama, PT Petro Energy menjalani proses PKPU dan kemudian dinyatakan pailit setelah LPEI, sebagai kreditur terbesar dengan porsi 71 persen, tidak menyetujui restrukturisasi utang.

Setelah putusan pailit, seluruh tanggung jawab termasuk pembayaran utang, diambil alih oleh Jimmy Masrin. Sejak saat itu hingga saat ini, pembayaran cicilan utang masih berjalan dengan baik.

“Sejak awal KPK tidak melihat perkara ini secara utuh dari hulu ke hilir. Di hulu, tidak ada bukti bahwa terdakwa Jimmy Masrin mengetahui penggunaan invoice palsu, seperti dalam dakwaan. Bahkan, tuduhan suap yang disebut-sebut dalam opini publik tidak pernah muncul di dalam dakwaan,” tambah Soesilo.

Hingga saat ini, pembayaran cicilan utang juga masih berjalan, dan batas waktu pelunasan baru akan jatuh pada 2028. Kondisi ini, menurut penasihat hukum, membuktikan bahwa kerugian negara belum terjadi.

“Belum lagi, total tuduhan kerugian negara dalam dakwaan sama dengan total kredit awal sebesar USD 22 juta dan Rp600 miliar, tidak memperhitungkan cicilan yang sudah dilakukan sejak 2016. Logikanya selama cicilan terus berjalan, nilai kerugian tidak mungkin sama dengan jumlah kredit di awal,” ujar Soesilo.

Ia juga menambahkan, LPEI sendiri memiliki dokumen resmi yang menyatakan cicilan masih berjalan lancar hingga saat ini.

Baca juga: Kasus Korupsi LPEI, 3 Petinggi Petro Energy Didakwa Rugikan Negara Rp 958 Miliar

Selain itu, eksepsi atau pembelaan juga menyoroti prinsip equal treatment.

“UU Tipikor pada dasarnya dibuat untuk menjerat aparatur sipil negara atau penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi. Namun, dalam perkara ini, hingga hari ini belum ada penuntutan ataupun penahanan terhadap pihak internal LPEI yang juga memiliki peran penting dalam proses pembiayaan,” ungkap Soesilo.

Penasihat hukum juga mempertanyakan logika penahanan Jimmy Masrin yang dilakukan pada 20 Maret 2025, sementara hasil audit kerugian negara baru dikeluarkan pada 7 Juli 2025.

Menurutnya, langkah ini bertentangan dengan prinsip pembuktian yang seharusnya mendahului penindakan.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan