Senin, 18 Agustus 2025

MK Tolak Gugatan Ujian PPN 12 Persen, YLBHI: Hakim Tak Peka Realitas Sosial Ekonomi 

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak bernyali memutuskan tarif PPN 12 persen bertentangan dengan jaminan standar hidup layak.

IST
GEDUNG MAHKAMAH KONSTITUSI - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bernyali memutuskan tarif PPN 12 persen bertentangan dengan jaminan standar hidup layak. 

TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bernyali memutuskan tarif PPN 12 persen bertentangan dengan jaminan standar hidup layak.

Hal itu disampaikan dalam merespons Putusan MK Nomor Nomor 11/PUU-XXIII/2025 yang menolak pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Hakim MKRI tampak tidak bernyali memutuskan tarif PPN bertentangan dengan jaminan standar hidup layak, peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan akses terhadap kebutuhan pokok sebagaimana diamanatkan konstitusi,” kata Staf Advokasi YLBHI, M Afif Abdul Qoyyim, dalam keterangannya, Senin (18/8/2025).

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim MK mengakui adanya fasilitas “PPN tidak dikenakan” dan “PPN dibebaskan” yang ditujukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Namun, jelas Afif, bagi pelaku usaha kecil yang tidak berstatus PKP meski beban administratif tidak ada, kenyataannya harga kebutuhan pokok, layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi tetap mengalami kenaikan signifikan di lapangan.

“Sikap MKRI yang mengabaikan fakta ini menunjukkan ketidakpekaan terhadap realitas sosial-ekonomi masyarakat dan menegaskan jarak antara putusan hukum dan kehidupan sehari-hari rakyat,” tegasnya.

Pemohon atas pengujian ini meminta agar kenaikan PPN 12 persen tidak berlaku.

Permohonan uji materi ini menyoroti Pasal 4A ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) dalam UU HPP.

Aturan itu dirasa menghapus pengecualian PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, dan angkutan umum, serta mengatur mekanisme baru soal tarif PPN.

Baca juga: Niat Ojol hingga Nelayan Batalkan PPN 12 Persen Gagal, Ditolak MK dengan Alasan Keuangan Negara

Menurut pemohon, kenaikan tarif PPN hingga 12 persen berdampak langsung pada naiknya harga kebutuhan dasar masyarakat, sementara pendapatan cenderung stagnan atau menurun.

Mereka juga menilai hal ini bertentangan dengan UUD 1945 karena menurunkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan