Anggota BPK: Indonesia Butuh Matra Siber TNI untuk Hadapi Ancaman Perang Modern
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, Indonesia tidak bisa lagi menunda pembentukan Matra Siber TNI.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan dunia saat ini memasuki fase perang modern yang tidak lagi hanya terjadi di darat, laut, dan udara, melainkan juga di ruang siber.
Menurutnya, Indonesia tidak bisa lagi menunda pembentukan Matra Siber TNI sebagai pilar keempat pertahanan negara.
"Serangan siber sudah terbukti mampu melumpuhkan sistem komando militer, sektor energi, hingga infrastruktur vital sebuah negara. Jika kita tidak menyiapkan matra siber yang kuat, kedaulatan dan keamanan nasional akan terus berada dalam risiko," kata Bobby melalui keterangan tertulis, Senin (8/9/2025).
Hal tersebut diungkapkan oleh Bobby dalam disertasi yang berjudul "Pembentukan Matra Keempat TNI untuk Memperkuat Strategi Pertahanan Negara dalam Menghadapi Serangan dan Perang Siber" pada sidang promosi doktoral terbuka di Universitas Pertahanan RI, Sentul, Bogor, Senin (8/9/2025).
Disertasi yang ditulisnya berangkat dari analisis berbagai insiden siber global, seperti serangan malware Stuxnet yang melumpuhkan fasilitas nuklir Iran, hingga serangan siber dalam konflik Georgia Rusia yang mengacaukan komunikasi militer lawan.
Indonesia, menurut Bobby, menghadapi ribuan serangan siber setiap hari yang menargetkan Kementerian Pertahanan, TNI, hingga sektor energi.
"Data dari BSSN menunjukkan hampir satu miliar anomali serangan siber tercatat pada 2022. Angka itu bukan statistik biasa, melainkan alarm keras bahwa ruang siber sudah menjadi medan perang baru," jelasnya.
Bobby mengingatkan bahwa banyak negara sudah menempatkan siber sebagai domain perang resmi.
NATO sejak 2016 mengakui cyberspace setara dengan darat, laut, dan udara.
Singapura bahkan sudah membentuk Digital and Intelligence Service (DIS) sebagai matra keempat.
"Jika negara-negara lain sudah melangkah jauh, Indonesia tidak boleh terus menjadi target empuk. Kita harus segera membangun matra siber agar mampu melindungi kepentingan nasional dari infiltrasi digital," katanya.
Dalam disertasinya, Bobby mengembangkan model strategi pertahanan siber yang menggabungkan CIA triad (Confidentiality, Integrity, Availability), kerangka NIST, dan pendekatan Basic Acts of Reconnaissance (BAR).
Model ini menempatkan deteksi ancaman, respon cepat, serta pemulihan sistem sebagai siklus utama pertahanan siber.
Selain itu, ia mengajukan kerangka Sixware mencakup brainware, hardware, firmware, software, infrastructureware, dan budgetware sebagai fondasi pembangunan matra siber yang mandiri dan berkelanjutan.
Bobby menekankan bahwa pembentukan Matra Siber TNI bukan sekadar urusan militer, melainkan keputusan strategis negara.
Wakil Menteri Hukum: Polisi dan TNI Aktif Bisa Isi Jabatan Publik, tapi Mekanismenya Ketat |
![]() |
---|
Kapal Perang Baru KRI Brawijaya-320 Tiba Setelah 44 Hari Pelayaran dari Italia, Ini Spesifikasinya |
![]() |
---|
Mengenal Sig Sauer P224 & Spesifikasinya, Pistol Digunakan Kapten Inf J Tembak Junior hingga Tewas |
![]() |
---|
Merasa Terancam saat Dikejar Juniornya Pakai Kampak, Tembakan Kapten Inf J Menewaskan Praka Edison |
![]() |
---|
Pimpinan Komisi I DPR Minta TNI Tetap Siaga Sesuai Hukum Meski Jakarta Sudah Kondusif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.