Selasa, 9 September 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Dalih Hotman Paris Bawa Kasus Chromebook Nadiem ke Prabowo: 25 Tahun Jadi Klienku, Tapi Istana Tolak

Hotman Paris ingin buka-bukaan kasus dugaan korupsi Chromebook Nadiem di depan Prabowo. Tapi, Istana punya jawaban sendiri.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Tribunnews.com/ Ibriza
HOTMAN PARIS - Kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025). Hotman mengatakan, tim kuasa hukum masih akan membicarakan upaya praperadilan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Nadiem Makarim dengan pihak keluarga eks Mendikbud itu. 

Ringkasan Utama

Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Nadiem Makarim, meminta agar perkara korupsi pengadaan Chromebook dibahas langsung di hadapan Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebut permintaan itu sebagai bentuk keluh kesah pribadi, bukan intervensi hukum, dan mendasarkannya pada hubungan profesional selama 25 tahun dengan Prabowo sebagai klien.

Namun, sehari sebelumnya, Istana Kepresidenan telah menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mencampuri proses hukum dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pengacara senior Hotman Paris Hutapea mengungkapkan alasan di balik permintaannya untuk menggelar perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menjerat kliennya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, di hadapan Presiden Prabowo Subianto.

Pernyataan tersebut disampaikan Hotman dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).

Hotman menyebut permintaan itu didasari oleh hubungan profesional yang telah terjalin selama lebih dari dua dekade dengan Prabowo.

“Waktu susah dulu, zaman perjuangan tahun 2000, Presiden RI percaya bener sama aku. 25 tahun dia jadi klienku,” ujar Hotman.

Ia menegaskan bahwa permintaan tersebut bukan bentuk tekanan terhadap proses hukum, melainkan bentuk keluh kesah pribadi.

“Wajar dong kalau berkeluh kesah, apa salahnya? Soal dikabulkan atau tidak, itu hal lain. Namanya juga usaha,” tambahnya.

Hotman mengklaim hanya membutuhkan waktu sepuluh menit berbicara dengan Prabowo untuk membuktikan bahwa kliennya, Nadiem Makarim, tidak bersalah dalam kasus pengadaan Chromebook untuk Program Digitalisasi Pendidikan.

Baca juga: 11 Orang Jadi Tersangka Kasus Penjarahan Rumah Sri Mulyani, Pelaku Berasal Dari Tangsel dan Jakarta

Sikap Istana: Pemerintah Tak Ikut Campur

Sebelumnya, Istana Kepresidenan telah menyatakan sikap tegas bahwa pemerintah tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa penanganan perkara sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum.

“Kami serahkan kepada proses hukum saja. Pemerintah tidak intervensi,” ujar Hasan, Minggu (7/9/2025).

Duduk Perkara dan Modus Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook

DUGAAN KORUPSI CHROMEBOOK - Kepala Sekolah SMA Pelita Depok, Dr Ahmad menunjukan laptop berbasis sistem operasi Chromebook dari Kemendikbudristek 2022 di Laboratorium Komputer Sekolah, Depok, Jawa Barat, Kamis (17/7/2025). Kini, Kejaksaan Agung tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022 semasa era Menteri Nadiem Makarim. 
DUGAAN KORUPSI CHROMEBOOK - Kepala Sekolah SMA Pelita Depok, Dr Ahmad menunjukan laptop berbasis sistem operasi Chromebook dari Kemendikbudristek 2022 di Laboratorium Komputer Sekolah, Depok, Jawa Barat, Kamis (17/7/2025). Kini, Kejaksaan Agung tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022 semasa era Menteri Nadiem Makarim.  (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)

Kasus ini berawal dari proyek Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022, di mana Kementerian Pendidikan mengadakan sebanyak 1,2 juta unit laptop Chromebook untuk sekolah-sekolah di berbagai jenjang, termasuk PAUD, SD, SMP, dan SMA.

Pengadaan juga mencakup wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), dengan total nilai proyek mencapai Rp9,3 triliun, bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Namun, Kejaksaan Agung menemukan indikasi kuat bahwa proses pengadaan tidak dilakukan secara transparan dan efisien. Negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp1,98 triliun akibat berbagai pelanggaran dalam pelaksanaan proyek.

Baca juga: Kenaikan Pajak Daerah Bikin Resah, Kementerian ATR Minta KPK Turun Tangan

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan