Sabtu, 13 September 2025

RUU Kepariwisataan Sepakat Dibawa ke Paripurna DPR, Siap Dukung Transformasi Digital

Komisi VII DPR RI bersama pemerintah menyepakati RUU Kepariwisataan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Dok Kemenparekraf
RUU KEPARIWISATAAN - Komisi VII DPR RI bersama pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Foto ilustrasi pariwisata Bali. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VII DPR RI bersama pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

RUU Kepariwisataan terbaru merupakan revisi ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dan sedang dibahas intensif oleh Komisi VII DPR RI bersama Kementerian Pariwisata. 

Baca juga: Mundur dari DPR RI, Rahayu Masih Berharap Diberi Kesempatan Tuntaskan Pembahasan RUU Kepariwisataan

Tujuannya untuk mengubah wajah pariwisata Indonesia dari sekadar "ramai pengunjung" menjadi berkualitas, berkelanjutan, dan berbasis budaya lokal.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, menyampaikan bahwa regulasi baru ini dirancang untuk menyesuaikan kebijakan pariwisata dengan perkembangan zaman.

"Maka kita dorong untuk pariwisata ini lebih adaptif di dunia digital. Maka kita dorong digitalisasi dari sisi pemasaran dan sebagainya. Termasuk juga hari ini kita bicara tentang harus sudah menata," kata Chusnunia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

 

 

Sebagai Ketua Panja RUU Kepariwisataan, ia menekankan pentingnya setiap daerah memiliki master plan pariwisata yang terarah. 

Hal itu mencakup perencanaan kawasan sejak awal, serta pelibatan masyarakat lokal dalam penyusunan kebijakan.

"Termasuk kawasan, kita bahas juga dalam RU ini kawasan. Kawasan pariwisata itu harus dari awal direncanakan," ucapnya.

Menurut legislator Fraksi PKB tersebut, aturan ini dibuat untuk mencegah tumpang tindih kebijakan, sekaligus memastikan masyarakat lokal tidak terpinggirkan dari aktivitas pariwisata.

"Masyarakatnya ditinggal, maka kewajiban adalah satu pariwisata yang keberlanjutan, yang kedua pariwisata yang mengakomodir kearifan lokal," ujarnya.

Ia menambahkan pentingnya pemberdayaan kelompok rentan, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas, agar pariwisata benar-benar inklusif.

"Termasuk masyarakat lokal di dalamnya. Kita dorong juga secara spesifik bahkan kita dorong dinormalkan. Untuk mendorong pemberdayaan perempuan dan disabilitas dan kaum rentan lainnya," katanya.

Selain aspek sosial, RUU ini juga mengatur tentang pendidikan, diplomasi pariwisata, serta penataan destinasi wisata. 

Aturan baru lainnya menyentuh soal akuntabilitas pendapatan negara, salah satunya melalui mekanisme pajak turis asing yang hasilnya akan digunakan untuk membangun kembali sektor pariwisata.

"Yaitu negara bisa memungut pajak dari wisatawan mancanegara. Itu bisa digunakan untuk kemajuan pariwisata kembali lagi," ucap Chusnunia.

Ia memastikan bahwa pembahasan RUU Kepariwisataan telah berlangsung hampir satu tahun, bukan dipercepat seperti yang mungkin diduga.

"Enggak ada kecepatan khusus. Kalau enggak salah itu kita dikasih waktu dua kali masa sidang, kita tambah satu kali masa sidang," jelasnya.

Setelah disetujui di tingkat Komisi, RUU ini akan segera diserahkan ke pimpinan DPR RI untuk kemudian dibawa ke Rapat Paripurna.

"Habis ini kita lapor ke pimpinan DPR RI, nanti masuk ke Paripurna terdekat semoga (minggu besok)," pungkasnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan