Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Kejagung Geledah Apartemen Nadiem Makarim, Hotman Paris: Paling Dapat Mi Instan
Hotman Paris Hutapea angkat bicara soal Kejaksaan Agung menggeledah apartemen milik Nadiem Makarim. Hotman pun mempertanyakan upaya jaksa.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum eks Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea angkat bicara soal Kejaksaan Agung menggeledah apartemen kliennya.
Penggeledahan dilakukan penyidik Kejaksaan Agung dalam rangka proses hukum kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek.
Hotman Paris mempertanyakan penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung.
"Apanya yang mau digeledah," kata Hotman Paris kepada awak media di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).
Menurut Hotman, sampai hari ini dalam perkara tersebut belum terbukti ada kerugian negara.
Baca juga: Kejagung Geledah Apartemen Nadiem Makarim Terkait Kasus Chromebook, Dokumen Dugaan Korupsi Disita
"Harusnya kan ada bukti kerugian negara dulu baru tetapkan tersangka baru tahan, ini tidak ada. Juga tidak ada bukti masuk ke rekening pribadi," ucapnya.
Jadi, lanjut dia, secara hukum Kejaksaan telah salah melakukan tindakan penahanan dan penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim.
"Paling (Penggeledahan) juga dapat mi instan," ucapnya.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Nadiem Makarim Bersih Korupsi, tapi soal Chromebook Tetap Keliru
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan dari penggeledahan yang dilakukan di apartemen Nadiem Makarim, penyidik menyita sejumlah dokumen.
"Yang jelas terkait dokumen-dokumen saja dulu (yang disita) sementara," kata Anang kepada wartawan, Jumat (12/9/2025).
Kendati demikian Anang belum menjelaskan rinci terkait waktu dan lokasi pasti apartemen milik Nadiem yang digeledah penyidik.
"Mungkin sekitar dua atau tiga minggu lalu nanti saya cek pastinya. (Penggeledahan) di salah satu tempat," ucapnya.
Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 pada Kamis, 4 September 2025.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari kedepan.
Nadiem dijerat Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 3 Jo 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat ini Kejaksaan Agung telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi chromebook.
Kelima tersangka itu yakni;
1. Nadiem Makarim - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendiknudristek) periode 2019-2024
2. Jurist Tan - Mantan Staf Khusus Mendiknudristek era Nadiem Makarim
3. Ibrahim Arief - Mantan Konsultan Kemendikbudristek
4. Sri Wahyuningsih - Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbud tahun 2020-2021
5. Mulatsyah - Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemendikbud tahun 2020-2021.
Konstruksi Kasus Korupsi Chromebook
Kasus bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbud Ristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.
Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019 hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.
Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.
Akan tetapi saat itu Kemendikbud Ristek justru malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.
Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya.
Menurut Kejaksaan, Nadiem sejak awal terlibat dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat TIK yang diadakan pemerintah.
Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 bahkan disebut mengunci penggunaan sistem operasi tersebut.
Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pasti masih menunggu perhitungan resmi BPKP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.