Kamis, 18 September 2025

Gibran Digugat ke Pengadilan

Gibran Utus 3 Pengacara Pribadi, Sidang Gugatan Ijazah Rp 125 Triliun Kembali Ditunda, Mengapa?

Sidang gugatan perdata Rp 125 triliun terhadap Wapres Gibran kembali ditunda dikarenakan dokumen terkait legal standing belum lengkap.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti
SIDANG IJAZAH GIBRAN - Sidang lanjutan gugatan perdata senilai Rp125 triliun terkait ijazah SMA Wakil Presiden Gibran Rakabumingraka, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025). Majelis hakim kembali menunda sidang gugatan perdata tersebut karena dokumen legal standing para tergugat belum lengkap. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang gugatan perdata Rp 125 triliun terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka kembali ditunda. 

Ketua majelis hakim Budi Prayitno mengatakan penundaan sidang dikarenakan dokumen-dokumen terkait legal standing pihak tergugat I yaitu Gibran dan tergugat II KPU RI belum lengkap.

Baca juga: Jokowi Ngaku Siap Hadapi Gugatan soal Ijazah Dirinya dan Wapres Gibran: Semua Kita Layani

"Sidang berikutnya Senin, 22 September 2025 untuk melengkapi legal standing dari T1 dan T2," kata Budi Prayitno dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).

Pantauan Tribunnews.com di ruang sidang Soebekti 2, Subhan, selaku penggugat tampak duduk sendiri tanpa didampingi kuasa hukum.

Sedangkan di meja para termohon, terdapat tiga orang pengacara yang mewakili Gibran Rakabuming Raka.

 

 

Kemudian, ada dua orang kuasa hukum dari KPU RI.

Dalam menghadapi perkara ini, Gibran Rakabuming Raka mengutus tiga orang pengacara dari kantor AK Law Firm yang berkantor di Jakarta.

Para pengacara menerima kuasa langsung dari Gibran pada tanggal 9 September lalu.

"Kami tiga orang," ucap Pengacara Dadang Herli Saputra usai persidangan.

Baca juga: Jokowi Heran Ijazah Gibran Digugat dan Dipermasalahkan, Duga Ada yang Back Up, Singgung Jan Ethes

Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.

"Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara," demikian bunyi petitum. 

Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.

Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. 

Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.

Subhan Palal, mengajukan gugatan perdata kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Gugatan itu dilayangkan lantaran Subhan Palal menduga adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI pada Pilpres 2024, lalu.

Subhan Palal menduga, berkas persyaratan yang diajukan Gibran sebagai calon Wakil Presiden diduga cacat. 

Pasalnya, Gibran mendaftar menggunakan ijazah SMA dan Strata Satu (S1) luar negeri.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 169 huruf r menyatakan, 

"Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: (r) “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.

Subhan Palal berpandangan, hal ini jelas bertentangan dengan ijazah Gibran yang berasal dari luar negeri. 

Diketahui, Gibran mengemban Sekolah Menengah Atas (SMA) di Orchid Park Singapura dan melanjutkan University Technology Sydney Australia.

Subhan dalam gugatannya juga mengajukan kerugian material dan imaterial. Dalam gugatan materil, ia mengajukan uang sebesar Rp 10 juta. 

Sedangkan, dalam kerugian imateril, ia mengajukan Rp 125 triliun.

Dia beralasan, permintaan uang Rp 125 T itu diajukan lantaran perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. 

Sehingga, dia berencana membagikan uang itu kepada seluruh rakyat Indonesia dengan besaran masing-masing Rp 450 ribu.

"Sistem negara hukum itu tadi yang rusak, kan? Maka kerusakan ini saya, kerugian itu nanti saya bayarkan kepada negara untuk semua warga negara Indonesia kalau nggak salah jumlanya 285 juta. Uang Rp125 triliun itu dibagi ke seluruh warga negara Indonesia.

"Itu, kalau dilihat dari sisi itu kecil. Kerugian yang saya minta dari orang per orang. Sekitar Rp 450 ribuan," jelasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan