Pakar Politik Australia: Apa yang Dilakukan Prabowo Berbeda dengan Dwifungsi ABRI Zaman Soeharto
menurut Marcus, Prabowo mencoba memenempatkan TNI sebagai pembantu dalam menkonsolidasikan posisinya sebagai presiden.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Politik Australian National University (ANU), Marcus Mietzner, memandang dalam konteks sejarah, kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melibatkan militer saat ini berbeda dengan praktik dwifungsi ABRI yang dipraktikan pada era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Dwifungsi ABRI adalah doktrin yang memberi peran ganda kepada perwira ABRI tidak hanya bertugas di bidang militer, tetapi juga bisa menduduki jabatan sipil, birokrasi, DPR/MPR, hingga kepala daerah.
Konsep ini lahir pada tahun 1966 dan dilegalkan melalui TAP MPRS, memungkinkan ABRI menduduki kursi pemerintahan secara institusional, terutama pada era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
Setelah Reformasi 1998, dwifungsi secara resmi dihapuskan, dan ABRI dipisah menjadi TNI dan Polri.
Marcus menjelaskan konsep dwifungsi ABRI di bawah pemerintahan awal Orde Baru, adalah suatu konsep yang melibatkan peran militer dalam pemerintahan.
ABRI sebagai lembaga, lanjut dia, pada waktu itu menjadi pemerintah.
Sehingga, kata dia, pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an ABRI menduduki sebagian kursi pemerintahan yang dilegalkan oleh konsep dwifungsi.
Sehingga saat itu, ABRI secara keseluruhan ABRI menjadi pemimpin pemerintahan.
Namun, Marcus melihat hal itu bukan menjadi tujuan Presiden Prabowo saat ini.
Prabowo, kata dia, mungkin akan memilih beberapa orang berlatar belakang militer yang dia percaya dan memberikan peran di dalam pemerintahannya.
Akan tetapi, menurutnya Prabowo tidak punya kepentingan untuk menghidupkan kembali dwifungsi sebagai konsep seperti dipraktikan pada awal Orde Baru.
Marcus menyampaikan pandangan itu saat menjelaskan tulisannya yang berjudul "Apakah Dwifungsi akan Kembali di Bawah Pemerintahan Prabowo? Suatu Tinjauan Historis" dalan Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi "Prisma" edisi khusus.
Hal itu disampaikannya saat peluncuran Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi (Prisma) edisi khusus bertajuk “Hubungan Sipil-Militer di Tengah Krisis Demokrasi” yang diluncurkan Laboratorium Indonesia 2045 bersama BINEKSOS di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada Selasa (16/9/2025).
"Argumentasi saya adalah bahwa apa yang dilakukan oleh Prabowo adalah bisa membahayakan demokrasi, bisa membahayakan juga peran profesional TNI, tapi itu sama sekali berbeda dengan konsep dwifungsi yang dipraktikkan pada awal zaman Soeharto," kata Marcus.
Prabowo Siapkan Kebijakan Baru Sektor Perumahan, Anggaran Rp 130 Triliun Terbesar Sepanjang Sejarah |
![]() |
---|
Desakan Kapolri Listyo Sigit Prabowo Dicopot, Pakar: Prabowo Harus Kaji Dulu, Urgent atau Tidak |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Panggil Sejumlah Menteri ke Istana Bahas Masalah Energi |
![]() |
---|
Anggota Komisi III DPR Nilai Reformasi Polri Bisa Jadi Kesempatan untuk Memperbaiki Lembaga |
![]() |
---|
Rencana Prabowo Bentuk Tim Investigas Independen, Komnas HAM: LNHAM Kerja dengan Caranya Sendiri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.