Dissenting Opinion, 4 Hakim MK Nilai DPR Seharusnya Perbaiki UU TNI
Semuanya ditolak oleh MK dengan alasan semua pemohon tidak legal standing atau kedudukan hukum.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat hakim konstitusi yang punya pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan pengujian formil revisi Undang-Undang TNI sepakat aturan itu seharusnya diperbaiki oleh DPR dalam jangka waktu 2 tahun sebelum diundangkan.
Mereka adalah Ketua MK Suhartoyo dan tiga hakim MK lainnya yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.
Dalam salinan putusan, Enny menuturkan terdapat kekurangan pemenuhan prosedur dalam proses legislasi tersebut dan keterhambatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara bermakna
“Maka pembentuk undang-undang perlu melakukan perbaikan proses legislasi atas UU 3/2025 dalam jangka waktu yang reasonable, yakni 2 tahun,” kata Enny.
Pertimbangan lain seperti pembahasan yang dilakukan singkat, tertutup, tidak transaparan serta terbatasnya akses publik atas dokumen rancangan UU TNI juga jadi pertimbangan hakim yang dissenting opinion.
Batas waktu 2 tahun dipandang cukup untuk menyusun kembali revisi UU dengan prosedur yang sesuai asas keterbuakaan, demokrasi, dan negara hukum.
MK menolak semua permohonan uji formil revisi Undang-Undang TNI dalam sidang putusan, Rabu (17/9/2025).
"Dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon I sampai dengan pemohon IV. Dalam pokok permohonan, satu, menyatakan permohonan pemohon V dan pemohon VI tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan pemohon I sampai dengan pemohon IV untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam Ruang Sidang Utama MK, Jakarta.
Sejumlah pihak tercatat menjadi pemohon dalam perkara uji formil UU TNI.
Diantaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, KontraS, Inayah W D Rahman, dan Fatiah Maulidiyanty. Serta mahasiswa Eva Nurcahyani yang terdaftar dalam perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025.
Selain itu ada pula kelompok mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, dan Universitas Diponegoro yang mengajukan permohonan melalui sejumlah perkara lain, yakni perkara Nomor 75, 69, 56, dan 45/PUU-XXIII/2025.
Semuanya ditolak oleh MK dengan alasan semua pemohon tidak legal standing atau kedudukan hukum.
Mengenal UU TNI Hasil Revisi
Undang-Undang (UU) TNI terbaru yakni UU Nomor 3 Tahun 2025 merupakan hasil revisi dari UU Nomor 34 Tahun 2004.
Disahkan pada 26 Maret 2025, undang-undang ini membawa sejumlah perubahan besar yang kini sedang ramai diperdebatkan.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari YLBHI, Imparsial, KontraS, Amnesty International menilai UU ini membuka ruang militerisme di ranah sipil.
Sejumlah pasal yang dipersoalkan antara lain Pasal 47 dimana prajurit aktif bisa duduk di lembaga sipil.
Uji formil ke Mahkamah Konstitusi ditolak, tapi kini sedang diajukan uji materiil.
Kekhawatiran utama potensi kriminalisasi sipil lewat kewenangan TNI di ranah siber dan keamanan dalam negeri.
Asa Mahasiswa UI Jelang Putusan Uji Formil UU TNI: MK Harapan Terakhir |
![]() |
---|
Putri Gus Dur Serahkan Hasil Kesimpulan Uji Formil Revisi UU TNI ke MK |
![]() |
---|
Pemohon Pengujian UU TNI Diteror Nomor Tidak Dikenal, Dimaki pakai Kata-kata Kotor |
![]() |
---|
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Revisi UU TNI Hasil Kesepakatan Politik Jokowi dan Prabowo |
![]() |
---|
Mahasiswa UI Heran Sikap Dosennya di Sidang UU TNI: Tak Sesuai Ajaran di Kelas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.