DPR Minta MK Tolak Gugatan UU TNI: Tak Ada Kerugian Nyata
Utut menegaskan tidak ada hubungan sebab-akibat antara kerugian yang diklaim oleh para pemohon dengan ketentuan dalam UU TNI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyatakan bahwa para pemohon uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang sah.
“Para pemohon secara keseluruhan tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak terdapat kaitan antara kerugian hak atau kewenangan konstitusional yang mereka dalilkan dengan pasal-pasal yang diuji,” ujar Utut saat menyampaikan keterangan DPR dalam sidang di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Ia menegaskan bahwa tidak ada hubungan sebab-akibat antara kerugian yang diklaim oleh para pemohon dengan ketentuan dalam UU TNI yang mereka persoalkan.
“Tidak terdapat causal verband antara kerugian yang didalilkan dengan pasal yang diuji,” lanjutnya.
Atas dasar itu, DPR meminta MK untuk menolak seluruh permohonan uji materi tersebut.
“DPR menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima atau dalam istilah Belanda disebut niet ontvankelijk verklaard,” tegas Utut.
Baca juga: Ketua MK Suhartoyo Sorot UU TNI Beri Celah Panglima Cawe-cawe di Ranah Sipil
Ia menambahkan, “Kami meminta agar MK menolak permohonan a quo untuk seluruhnya, atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima.”
Sidang tersebut menggabungkan tiga perkara uji materi UU TNI, masing-masing tercatat dengan nomor 68/PUU-XXIII/2025, 82/PUU-XXIII/2025, dan 92/PUU-XXIII/2025.
Perkara 68 diajukan oleh sejumlah advokat, konsultan hukum, dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang.
Mereka menguji Pasal 47 ayat 1 dan 2, yang dinilai berpotensi membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan dalam penempatan prajurit TNI di jabatan sipil strategis, tanpa memperhatikan prinsip supremasi sipil dan akuntabilitas.
Sementara itu, perkara 92 diajukan oleh Tri Prasetio Mumpuni, mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang.
Ia menggugat Pasal 53 ayat 4 yang mengatur bahwa perwira tinggi bintang empat dapat pensiun di usia 63 tahun dan masa pensiunnya bisa diperpanjang dua kali melalui Keputusan Presiden.
Tri menilai ketentuan tersebut membuka celah penyalahgunaan wewenang oleh eksekutif.
Adapun perkara 81 yang sebelumnya diajukan oleh sejumlah mahasiswa telah dicabut atas kesepakatan bersama para pemohon.
Saat Gedung Kura-Kura DPR Berubah Jadi Tempat Khitanan Massal |
![]() |
---|
Tinjau SPPG di Bantul, Tamsil Linrung Pastikan Proses MBG Aman dan Higienis |
![]() |
---|
DPR Minta Harga Timah Diawasi Ketat Usai Aset Rp7 Triliun Diserahkan ke PT Timah |
![]() |
---|
Pidato Prabowo soal Promosi TNI Dinilai Kontradiktif dengan Prinsip Meritokrasi dan Revisi UU TNI |
![]() |
---|
Komisi IV DPR RI Soroti Penurunan Mutu Hampir 30 Ribu Ton Beras Bulog |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.