Senin, 17 November 2025

PBHI: Putusan MK soal Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil Masih Multitafsir

PBHI menilai putusan tersebut tidak serta-merta melarang seluruh anggota Polri aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian.

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews/istimewa
PUTUSAN MK - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani. PBHI menilai putusan MK tidak serta-merta melarang seluruh anggota Polri aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian. 

Ringkasan Berita:
  • Ketua PBHI Julius Ibrani meluruskan anggapan publik bahwa Putusan MK No. 114/PUU-XXII/2025 melarang seluruh polisi aktif menjabat di luar institusi Polri.
  • MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” inkonstitusional.
  • Putusan MK tidak berlaku surut.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTAPerhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) memberi penegasan terkait tafsir publik atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXII/2025. 

PBHI adalah organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang bantuan hukum dan hak asasi manusia, berfokus pada advokasi kebijakan, pendampingan kasus, serta kampanye publik untuk memperjuangkan keadilan.

PBHI menilai putusan tersebut tidak serta-merta melarang seluruh anggota Polri aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian.

Penjelasan ini disampaikan untuk menghindari salah pemahaman yang berkembang di masyarakat.

Ketua PBHI, Julius Ibrani, mengatakan pemberitaan yang menyebut seluruh anggota Polri yang bertugas di luar institusi harus ditarik pulang atau mengundurkan diri tidak sesuai dengan isi putusan MK.

“Tersiar luas pemberitaan bahwa anggota Polri tidak lagi dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian yang artinya semua anggota Polri yang tidak bertugas di Polri itu harus ditarik mundur atau harus mengundurkan diri sebagai anggota dari kepolisian,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (16/11/2025).

Dia menjelaskan, kesimpulan tersebut tidak tepat jika merujuk langsung pada dokumen putusan, permohonan, hingga risalah sidang.

“Kalau kita membaca putusan, kemudian permohonan dan risalah persidangan secara mendetail, ternyata maknanya tidak demikian,” ujarnya.

Julius memaparkan bahwa frasa yang diuji MK berada dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri”. Frasa ini kemudian dinyatakan inkonstitusional.

Menurutnya, hakim menilai kata “atau” dalam frasa tersebut bersifat disjungtif sehingga menimbulkan multitafsir.

“Dengan kondisi demikian, maka dianggap dapat mengganggu netralitas dan independensi anggota Polri sehingga berpotensi terjadi konflik kepentingan antara tugas utama dan juga tugas di luar Polri dan juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan,” kata dia.

MK juga menilai frasa tersebut membuka ruang tafsir yang terlalu luas, termasuk kemungkinan penempatan tanpa batas meskipun melalui penugasan Kapolri.

“Poin kunci putusan itu adalah bahwa norma ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ itu dianggap justru mengaburkan atau tidak memperjelas norma pada Pasal 28 ayat 3 sehingga menimbulkan multitafsir,” ujar Julius.

Julius juga mengurai adanya concurring opinion dan dissenting opinion dari para hakim MK.

Hakim Arsul Sani, dalam pendapat setujuannya, menilai paradigma Polri sebagai alat negara tetap memungkinkan anggotanya menduduki jabatan struktural atau fungsional di luar kepolisian, sebagaimana juga diatur dalam UUD 1945 dan UU TNI. Namun, frasa yang diuji dianggap memperluas penafsiran secara tidak tepat.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved