Mensos Gus Ipul Bebas Tugaskan Staf Ahli Menteri Edi Suharto yang Jadi Tersangka di KPK
Jadi tersangka korupsi bansos di KPK, Mensos Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul membebastugaskan staf ahli Edi Suharto.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul membebastugaskan staf ahli Menteri Sosial Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial, Edi Suharto.
Edi Suharto ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun Anggaran 2020.
"Hari ini juga saya tandatangani untuk membebaskan tugas saudara ES yang memiliki masalah hukum sampai nanti ada keputusan inkrah dari pengadilan," kata Gus Ipul melalui keterangan tertulis, Sabtu (4/10/2025).
Dirinya mengatakan Edi Suharto dibebastugaskan sepenuhnya.
Sehingga Edi Suharto, kata Gus Ipul, dapat menghadapi proses hukum dengan sungguh-sungguh dan dengan keyakinannya.
"Kami mendukung dalam proses hukum yang dilakukan KPK. Dan kami harapkan ini menjadi pembelajaran bagi kita semua," katanya.
Baca juga: Edi Suharto: yang Seharusnya Bertanggung Jawab di Kasus Korupsi Beras Bansos Pak Juliari, Bukan Saya
Gus Ipul mengatakan setelah status bebas tugas ini, Edi Suharto tidak perlu lagi berkantor atau mengikuti kegiatan kantor. Ia pun menyebutkan ulang arahan Presiden Prabowo.
"Maka sesuai arahan Presiden, saya dan Pak Wakil Menteri tidak menolerir adanya tindakan korupsi," katanya.
Gus Ipul menegaskan tidak akan mengajak, mengarahkan, meminta siapapun yang bekerja di lingkungan Kemensos untuk melakukan tindakan penyelewengan, KKN, dan juga korupsi. Hal ini akan terus digaungkan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Staf Ahli Menteri, Edi Suharto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun Anggaran 2020.
Konfirmasi ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya pada hari Kamis (2/10/2025).
"Benar, bahwa yang bersangkutan merupakan salah satu pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun Anggaran 2020," kata Budi Prasetyo.
Baca juga: Dugaan Korupsi Bansos, Kuasa Hukum Nilai Penetapan Tersangka Bambang Rudijanto Tak Sesuai Aturan
Budi menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Edi Suharto dan pihak lainnya telah didasarkan pada kecukupan alat bukti yang sah.
Ia juga menambahkan bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan telah memenuhi aspek formil, dibuktikan dengan ditolaknya gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka lain dalam kasus yang sama.
"Hal ini artinya dalam penetapan seseorang sebagai tersangka telah dilakukan berdasarkan kecukupan alat bukti yang sah, dan proses penegakan hukum yang dilakukan telah memenuhi aspek formil," ujar Budi.
Penetapan tersangka ini sebelumnya diungkap oleh tim kuasa hukum Edi Suharto dalam konferensi pers yang digelar di hari yang sama.
Kuasa hukum Edi, Faizal Hafied, menyatakan bahwa kliennya hanya menjalankan perintah jabatan dari atasannya saat itu, mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Pada tahun 2020, Edi menjabat sebagai Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial.
"Secara terang dan jelas bahwa Edi Suharto sebagai Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial RI tahun 2020, hanya melaksanakan perintah jabatan," kata Faizal Hafied.
Pihak Edi Suharto berdalih bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat 1 KUHP, seseorang yang melaksanakan perintah jabatan tidak dapat dipidana.
Mereka menuntut keadilan dan meyakini Edi Suharto adalah pihak yang dikorbankan dalam perkara ini.

Kasus korupsi bansos beras ini merupakan pengembangan baru yang ditangani KPK.
Selain Edi Suharto, KPK telah menetapkan dua tersangka perorangan lainnya, yaitu Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (kakak dari Hary Tanoesoedibjo) selaku Presiden Direktur PT Dosni Roha Indonesia (DNR), dan Kanisius Jerry Tengker selaku Direktur Utama PT Dosni Roha Logistik.
Dua korporasi, yakni PT Dosni Roha Indonesia dan PT Dosni Roha Logistik, juga dijerat sebagai tersangka.
Akibat korupsi dalam proyek senilai Rp 336 miliar ini, negara ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp 200 miliar.
KPK telah memberlakukan status cegah ke luar negeri terhadap para tersangka untuk memastikan kelancaran proses penyidikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.