Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Kejagung Patahkan Pembelaan Ayah dan Pengacara Nadiem: Bisa Tersangka Meski Tak Terima Uang

Awalnya yakin tak bisa dijerat, kini posisi Nadiem berubah drastis setelah Kejagung buka celah hukum.

Penulis: Abdul Qodir
DOK TRIBUNNEWS
PRAPERADILAN NADIEM MAKARIM - Sidang lanjutan praperadilan Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim atas kasus korupsi pengadaan laptop chromebook di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025). Adapun sidang ini beragendakan jawaban dari Kejaksaan Agung selaku termohon atas praperadilan Nadiem Makarim. 

Ringkasan Utama

  • Kejagung menegaskan bahwa aliran dana bukan syarat penetapan tersangka korupsi, dan praperadilan hanya menguji aspek formil.
  • Kuasa hukum dan ayah Nadiem membela bahwa ia tak punya niat jahat, tak menerima keuntungan, dan tidak serakah.
  • Proyek digitalisasi pendidikan ditaksir merugikan negara Rp1,98 triliun dalam pengadaan Chromebook.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kejaksaan Agung menegaskan bahwa eks Mendikbudristek Nadiem Makarim tetap bisa ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop chromebook meski tidak menerima aliran dana secara langsung.

Pernyataan itu disampaikan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) saat membacakan duplik atas replik tim kuasa hukum Nadiem dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

“Bahwa ada atau tidaknya aliran dana kepada pemohon yaitu Nadiem Anwar Makarim bukanlah syarat untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi,” kata penyidik Jampidsus di ruang sidang.

Penyidik juga menegaskan bahwa unsur pemerkayaan dan niat jahat (mens rea) tidak dapat diuji dalam praperadilan karena telah masuk ke dalam pokok perkara. Pemeriksaan praperadilan hanya menyangkut aspek formil sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2015.

Kejagung menyebut telah mengantongi empat alat bukti, yakni bukti surat, keterangan saksi, keterangan ahli, dan barang bukti elektronik.

Hasil gelar perkara (ekspose) penyidik Jampidsus Kejagung bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan indikasi kerugian negara dalam proyek digitalisasi pendidikan.

“Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,98 triliun,” ujar penyidik.

Program pengadaan laptop chromebook berlangsung pada 2019–2022 dengan total anggaran Rp9,9 triliun. Kejagung menduga penunjukan sistem operasi Chrome OS dilakukan sebelum proses pengadaan dimulai. Nadiem disebut sempat bertemu pihak Google Indonesia untuk membahas program Google for Education.

Salah satu sorotan dalam gugatan praperadilan adalah tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Nadiem. Kejagung menjelaskan bahwa SPDP tidak dikirim karena surat perintah penyidikan (Sprindik) awal bersifat umum dan belum menyebutkan nama tersangka.

“Sprindik tersebut merupakan Sprindik umum yang belum menyebutkan nama tersangkanya,” kata penyidik Jampidsus.

Baca juga: Rumah Halim Kalla di Menteng Sepi Usai Tersangka, Penjaga: Sekarang Ditempati Keponakan

Di sisi lain, kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir, sebelumnya menyebut bahwa kliennya tidak memiliki niat jahat dan tidak menerima keuntungan pribadi dari proyek tersebut.

“Tidak ada mens rea. Tidak pernah ada bukti Nadiem menerima uang atau benefit apa pun,” ujar Dodi seusai sidang praperadilan, Jumat (3/10/2025).

Ia menegaskan bahwa keputusan penggunaan Chrome OS bukan inisiatif pribadi Nadiem, melainkan hasil kajian tim teknis di Kemendikbudristek.

Menurutnya, tuduhan terhadap Nadiem bersifat asumtif dan tidak didukung bukti konkret.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved