Kamis, 9 Oktober 2025

Oknum Polisi Cabuli Anak di Ngada

Rohaniawan Romo Leo Mali Serahkan Amicus Curiae untuk Kasus Eks Kapolres Ngada

Romo Leo Mali serahkan Amicus Curiae untuk Kasus Eks Kapolres Ngada, Suara Moral Melawan Impunitas dan Banalitas Kejahatan Seksual Anak

ist
AMICUS CURIAE - Rohaniwan, pekerja kemanusiaan, dan akademisi filsafat, Rm. Dr. Leonardus Mali, Pr., L.Ph., atau yang akrab disapa Romo Leo Mali, menyerahkan dokumen Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ke Pengadilan Negeri (PN) Kupang pada hari ini, sekitar pukul 10:00 Wita. Dokumen tersebut merupakan bentuk dukungan moral, etis, filosofis, dan hukum terhadap proses persidangan pidana Nomor: 75/Pid.Sus/2025/PN.Kpg, yang mendakwa Eks Kapolres Ngada AKBP (non-aktif) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. 

TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Rohaniawan Rm. Dr. Leonardus Mali, Pr., L.Ph., atau yang akrab disapa Romo Leo Mali, menyerahkan dokumen Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ke Pengadilan Negeri (PN) Kupang pada hari ini, sekitar pukul 10:00 Wita.

Kedatangan Romo Leo Mali diterima langsung oleh Ketua PN Kupang, Ferry Haryanto S.H., M.H.

Dokumen Amicus Curiae ini merupakan bentuk dukungan moral, etis, filosofis, dan hukum terhadap proses persidangan pidana Nomor: 75/Pid.Sus/2025/PN.Kpg, yang mendakwa Eks Kapolres Ngada AKBP (non-aktif) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

Dokumen Amicus Curiae yang disusun oleh Romo Leo Mali yang juga akademisi filsafat ini memuat tiga sasaran utama:

1. Pencegahan Impunitas: Memastikan bahwa tidak ada pejabat yang berada di atas hukum dan menolak pembiaran terhadap pelaku kejahatan, terutama dari aparat penegak hukum.

2. Mencegah Banalitas Kejahatan: Mengingatkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukanlah tindak pidana biasa, melainkan ancaman serius terhadap peradaban dan moralitas publik, yang harus dilawan dengan putusan seberat-beratnya.

3. Pemulihan Kepercayaan Publik: Menegaskan bahwa putusan yang adil, tegas, dan berpihak pada korban adalah momentum krusial untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.

Baca juga: Pengakuan Mahasiswi Tersangka Kasus Asusila yang Jerat Eks Kapolres Ngada, Ungkap Awal Pertemuan

Dalam dokumen tersebut, Romo Leo Mali menyoroti argumentasi filosofis berdasarkan pemikiran Thomas Aquinas (Lex iniusta est non lex) yang menekankan bahwa hukum harus melayani keadilan dan melindungi yang lemah, serta pemikiran Immanuel Kant tentang martabat kemanusiaan dan perlunya memperlakukan manusia sebagai tujuan, bukan sarana.

Ia juga secara tegas menolak reviktimisasi yang dilakukan melalui pleidoi kuasa hukum dan keterangan ahli pelaku, yang melabeli korban anak sebagai "pelacur anak," sebuah tindakan yang dianggap melanggar prinsip moral Kantian.

Lebih lanjut, ia menerapkan teori Hannah Arendt tentang Banalitas Kejahatan, memperingatkan bahwa hukuman ringan atau pembiaran terhadap impunitas akan membuat kejahatan seksual menjadi "biasa" dan mengancam moralitas publik secara menyeluruh.

Secara hukum, Amicus Curiae ini mendesak Majelis Hakim untuk menerapkan instrumen hukum nasional secara maksimal dan komprehensif, termasuk:

1. UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) tentang perlindungan anak dari kekerasan.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dengan perspektif korban dan pencegahan reviktimisasi.

3. Undang-Undang Perlindungan Anak yang menempatkan anak sebagai subjek hukum dengan hak istimewa atas perlindungan.

4. Amicus Curiae juga mengkritik fragmentasi penuntutan yang tidak memasukkan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dan UU Pornografi, padahal fakta menunjukkan adanya eksploitasi dan penyebarluasan konten pornografi anak ke dark web oleh pelaku.

Romo Leo Mali menutup pandangannya dengan harapan bahwa Majelis Hakim akan menghadirkan putusan yang benar-benar mencerminkan keadilan substantif, menolak impunitas, dan memulihkan harapan masyarakat terhadap hukum.

 

Kasus Eks Kapolres Ngada

Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terlibat kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur dan telah dituntut 20 tahun penjara. 

Kasus ini memicu perhatian publik dan tokoh masyarakat, termasuk Romo Leonardus Mali yang menyerahkan Amicus Curiae ke pengadilan.

KASUS ASUSILA - Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba. Pada pekan depan Senin (17/3/2025), terduga pelanggar bakal menjalani sidang etik.
KASUS ASUSILA - Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba. Pada pekan depan Senin (17/3/2025), terduga pelanggar bakal menjalani sidang etik. (Tribunnews.com/ Reynas Abdila)

Modus yang dilakuan yakni Fajar memesan kamar hotel di Kupang dan meminta seorang perempuan berinisial F untuk menghadirkan anak-anak. 

Ia membayar Rp3 juta kepada F dan memberi korban uang Rp100 ribu.

Para korbannya ialah 3 anak di bawah umur, satu di antaranya berusia 6 tahun.

Kasus ini terungkap dari Australian Federal Police (AFP) yang menemukan video asusila di situs porno Australia.

Kini status Hukum Fajar telah diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari Polri dan ditetapkan sebagai tersangka. Dia juga dituntut 20 tahun penjara. 

 

Profil Leo Mali

Romo Dr. Leonardus Mali, atau Romo Leo Mali, adalah seorang imam Katolik asal Belu, Nusa Tenggara Timur, yang dikenal sebagai tokoh intelektual, rohaniwan, dan pejuang kemanusiaan. 

Ia aktif menyuarakan keadilan, termasuk dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Nama lengkap: RD. Dr. Leonardus Mali, L.Ph.

Tempat asal: Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT)

Tanggal lahir: 23 Juli 1967

Pendidikan: Meraih gelar doktor dari Universitas Kepausan Urbaniana, Roma, pada Juni 2023.

Baca juga: AKSI 1000 Lilin dari Tanah Ngada, Dukungan Moral dan Doa untuk Kompol Cosmas Kaju Gae

Awal panggilan imamat: Terinspirasi saat tidak naik kelas di SMP Atambua, lalu menjadi pengurus OSIS dan mulai rajin belajar.

Seminari: Melanjutkan pendidikan di Seminari Santo Rafael Oepoi, Kupang, sebagai angkatan pertama.

Imam Diosesan: Melayani di Keuskupan Agung Kupang.

Akademisi: Terkait dengan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

Aktivis kemanusiaan: Menyerahkan dokumen Amicus Curiae ke Pengadilan Negeri Kupang sebagai bentuk dukungan moral dan hukum dalam kasus Eks Kapolres Ngada.

Motto hidup: “Tuhan, Engkau Mengenal Aku” (Mazmur 139:1).

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved