Rabu, 8 Oktober 2025

Dampak PSN, Perempuan Adat di IKN Tak Hanya Kehilangan Tanah Tapi Juga Alami Pelecehan  

Di IKN pelecehan seksual dalam bentuk verbal nuansa seksual dari aparat jaga memperlihatkan bagaimana bahasa dijadikan instrumen meruntuhkan rasa aman

Kompas.com/Wawan H Prabowo
GEDUNG MAHKAMAH KONSTITUSI - Di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, selain kehilangan tanah akibat PSN para perempuan adat juga mengalami pelecehan verbal. Hal itu diungkap oleh Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor dalam sidang nomor 112/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). 

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Proyek Strategis Nasional (PSN) berdampak kepada perempuan yang mengalami bentuk kekerasan berbasis gender atau KBG.

Di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, selain kehilangan tanah akibat PSN para perempuan adat juga mengalami pelecehan verbal.

Hal itu diungkap oleh Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor dalam sidang nomor 112/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

“Di IKN pelecehan seksual hadir dalam bentuk verbal bernuansa seksual dari aparat jaga memperlihatkan bagaimana bahasa dijadikan instrumen untuk meruntuhkan rasa aman,” kata Maria di Ruang Sidang Pleno MK.

Pelecehan itu disebut Maria menunjukkan ihwal tindakan represif tidak hanya dilakukan melalui kekuatan fisik yang kasat mata, melainkan juga melalui ujaran dan simbol yang merasuk langsung ke dalam psikologis perempuan.

“Kekerasan seksual dalam konteks ini mengandung pesan politis yang tajam, tubuh perempuan dijadikan instrumen untuk menegaskan kekuasaan negara dan investor,” ujarnya.

Baca juga: Masyarakat Papua Geruduk Kantor ATR/BPN, Tolak Pelepasan Tanah untuk Dijadikan Proyek PSN

“Di mana ancaman terhadap kehormatan dan rasa aman dipakai sebagai alat untuk mendisiplinkan dan menundukkan,” sambung Maria.

Akibatnya, perempuan tidak hanya menjadi korban langsung tetapi juga dipaksa menghadapi guncangan sosial yang lebih luas karena tubuh mereka dijadikan medan pertarungan simbolik untuk membangun dan membungkam komunitas.

Dalam pantauan Komnas Perempuan terhadap 11 kasus PSN sepanjang 2020 hingga 2024, terlihat pola ihwal PSN buka hanya soal percepatan pembangunan melainkan juga instrumen legal yang menghasilkan bentuk KBG.

“Sepanjang periode 2020-2024 Komnas Perempuan menerima 80 laporan pengaduan terkait konflik sumber daya alam, agraria, dan penggusuran. Dari jumlah tersebut teridentifikasi 11 kasus yang secara langsung terkait dengan proyek strategis nasional,” pungkas Maria.

Adapun 11 kasus terkait PSN adalah sebagai berikut:

1. Makassar New Port – Sulawesi Selatan :  Sekitar 300 perempuan nelayan kehilangan sumber nafkah, peningkatan kasus KDRT akibat tekanan ekonomi.

2. Bendungan Bener – Desa Wadas, Jawa Tengah:  334 petani perempuan kehilangan tanah garapan mereka.

3.Bendungan Mbay Naga Keo – Nusa Tenggara Timur :  Terjadi intimidasi aparat, perempuan adat terluka, baik secara fisik maupun sosial.

4. PLTA Poso – Sulawesi Tengah : Sekitar 100 perempuan kehilangan akses terhadap air bersih

5. PLTP Poco Leok – Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur:  Perempuan mengalami kekerasan fisik dan seksual dalam konflik proyek.

6. PT Vale Indonesia – Sorowako, Sulawesi Selatan:  Puluhan perempuan kehilangan akses air bersih akibat aktivitas tambang.

7.Merauke Food Estate – Papua Selatan:  Ratusan perempuan adat kehilangan hutan, sumber pangan, dan ruang hidup.

8. Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) – Depok, Jawa Barat:  17 perempuan kehilangan lahan usaha.

9. Kawasan Mandalika – Nusa Tenggara Barat:  Sekitar 70 perempuan kehilangan usaha karena penggusuran proyek pariwisata.

10. Rempang Eco-City – Batam, Kepulauan Riau:  Perempuan mengalami luka fisik dan kehilangan lahan.

11. Ibu Kota Nusantara (IKN) – Kalimantan Timur: Perempuan adat mengalami pelecehan verbal dan kehilangan tanah.

Dalil Permohoan

Permohonan ini diajukan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil dan lingkungan, antara lain YLBHI, WALHI, JATAM, Trend Asia, Pantau Gambut, Auriga Nusantara, KIARA, dan FIAN Indonesia.

Sementara dari perorangan, ada Muhammad Busyro Muqoddas dan 12 warga lain yang turut menggugat.

Mereka menilai ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, terutama yang mengatur kemudahan dan percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN), telah menggerus prinsip negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Menurut para pemohon, aturan tersebut justru menimbulkan konflik sosial-ekonomi dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara.

Mereka juga menilai norma dalam UU Cipta Kerja kabur karena memuat frasa seperti “penyesuaian berbagai peraturan” dan “kemudahan dan percepatan” tanpa batasan jelas, sehingga membuka ruang bagi pembajakan kepentingan politik dan menutup partisipasi publik.

Selain itu, sejumlah pasal lain seperti Pasal 123, 124, 173, dan 31 juga dipersoalkan karena dianggap membelokkan konsep kepentingan umum dan hak menguasai negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.

Para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved