Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Ahli Pidana di Sidang Praperadilan Nadiem: SPDP Tidak Perlu Diberikan Jika Belum Ditemukan Tersangka
Suparji pun membenarkan langkah yang diambil penyidik yang tidak menyerahkan SPDP lantaran belum menyebutkan sosok tersangka.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Suparji Achmad menyatakan aparat penegak hukum tidak perlu memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada terlapor jika belum menemukan sosok tersangka dalam kasus tindak pidana.
Adapun hal itu diungkapkan Suparji saat dihadirkan oleh tim penyidik Jampidsus Kejagung dalam sidang praperadilan yang diajukan Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2025).
Baca juga: Sidang Praperadilan Nadiem Makarim, Hari Ini Giliran Kejagung Serahkan Bukti Surat & Hadirkan Ahli
Awalnya penyidik Jampidsus bertanya pada Suparji mengenai prosedur yang dilakukan pihaknya ketika belum menyerahkan SPDP kepada pihak terlapor karena belum menemukan sosok tersangka.
Terkait hal ini Suparji menerangkan, bahwasanya penyidik memang wajib menyerahkan SPDP kepada tiga pihak yakni penuntut umum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak terlapor ataupun tersangka dalam kurun waktu 7 hari setelah diterbitkannya surat perintah penyidikan (Sprindik).
Baca juga: Sidang Praperadilan Kembali Digelar, Kubu Nadiem Makarim Hadirkan Ahli Hukum Pidana dari UMJ
Namun khusus untuk pihak terlapor, penyerahan SPDP itu kata Suparji tidak perlu dilakukan jika dalam perjalanannya penyidik belum menemukan siapa tersangka dalam suatu tindak pidana dimaksud.
"Nah ketika yang dilakukan oleh penyidik dalam hal ini SPDP diberikan kepada penuntut, diberikan kepada KPK (namun) belum diberikan kepada tersangka dengan pertimbangan karena belum ada tersangka, maka itu adalah suatu proses yang benar secara hukum," kata Suparji di ruang sidang.
Selain itu lanjut Suparji, bahwa dalam konteks pengusutan kasus korupsi di dalamnya tidak secara eksplisit menyebutkan siapa sosok terlapor yang dimaksud melainkan berfokus pada tindak pidana yang terjadi.
Tak hanya itu dijelaskan Suparji, jika SPDP itu sudah diberikan oleh seseorang tertentu namun tidak jelas kedudukan siapa sosok tersangkanya, justru hal itu berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Ketika seseorang diberikan SPDP dalam konteks misalnya sebuah laporan tadi itu padahal tidak jelas kedudukannya maka tentu justru akan melanggar HAM," jelasnya.
Alhasil Suparji pun membenarkan langkah yang diambil penyidik yang tidak menyerahkan SPDP lantaran belum menyebutkan sosok tersangka.
"Beda konteksnya kalau sudah ditemukan tersangka maka ada kewajiban untuk memberikan SPDP tadi kepada tersangka yang disebut tadi," pungkasnya.
Pernyataan Kejagung Soal SPDP
Terkait hal ini sebelumnya, Kejaksaan Agung mengungkap alasan pihaknya tidak memberikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus korupsi pengadaan chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek kepada pihak Nadiem Makarim.
Penyidik Jampidsus Kejagung menyebut bahwa SPDP tersebut tidak diberikan lantaran pada saat itu surat perintah penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan pertama kali oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Nomor Prin 38 pada 20 Mei 2025 masih bersifat Sprindik umum.
Dalam Sprindik umum itu dijelaskan oleh penyidik Jampidsus juga belum menyebutkan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan chromebook tersebut.
Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Kejagung Patahkan Pembelaan Ayah dan Pengacara Nadiem: Bisa Tersangka Meski Tak Terima Uang |
---|
Kejagung: Ada atau Tidak Aliran Dana ke Nadiem Makarim Bukan Syarat Penetapan Tersangka |
---|
Franka Franklin Hadiri Sidang Praperadilan Bersama Ayah Mertua: Saya Yakin Mas Nadiem Berintegritas |
---|
Jawaban Kejagung Atas Tudingan Kubu Nadiem Soal Tak Diberitahu SPDP Kasus Korupsi Laptop Chromebook |
---|
Hadapi Praperadilan Nadiem, Kejagung: Pengadaan Laptop Chromebook Terindikasi Rugikan Negara |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.