Rabu, 8 Oktober 2025

DPR Minta Harga Timah Diawasi Ketat Usai Aset Rp7 Triliun Diserahkan ke PT Timah

Langkah tersebut harus diikuti dengan pengawasan ketat terhadap kebijakan harga dan distribusi nilai tambah

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dodi Esvandi
Istimewa
TINJAU SMELTER SITAAN - Presiden RI Prabowo Subianto saat melakukan peninjauan dan penyerahan tumpukan logam timah sitaan dan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada PT Timah TBK di Bangka Belitung, Senin (6/10/2025). Dalam kunjungan tersebut, Prabowo menegaskan pemerintah untuk serius dalam menunjukan komitmen untuk membasmi penyelundupan dan tambang ilegal. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Penyerahan aset rampasan negara senilai Rp6–7 triliun kepada PT Timah Tbk. menjadi momentum penting dalam pembenahan tata kelola industri timah nasional. 

Namun, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ahmad Labib, mengingatkan bahwa langkah tersebut harus diikuti dengan pengawasan ketat terhadap kebijakan harga dan distribusi nilai tambah.

"Kenaikan harga timah bisa menjadi stimulus ekonomi jika diawasi dengan baik. Namun tanpa pengawasan, justru berisiko menimbulkan ketimpangan antara korporasi besar dan penambang rakyat. Pemerintah perlu memastikan harga yang adil dan distribusi nilai tambah yang merata," ujar Labib kepada wartawan, Rabu (8/10/2025).

Penyerahan aset rampasan negara kepada PT Timah Tbk. dilakukan di Smelter PT Tinindo Internusa, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Senin (6/10/2025), dan disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. 

Aset tersebut mencakup enam smelter, ratusan alat berat, dan lebih dari 680 ton logam timah.

Presiden Prabowo menyebut nilai aset yang diserahkan mencapai Rp6 hingga Rp7 triliun, belum termasuk potensi nilai dari tanah jarang (monasit) yang disebut bisa mencapai ratusan ribu dolar per ton.

"Nilainya dari enam smelter dan barang-barang yang disita mendekati enam sampai tujuh triliun. Tapi, tanah jarang yang belum diurai, mungkin nilainya lebih besar, sangat besar, tanah jarang. Monasit ya, monasit itu satu ton itu bisa ratusan ribu dolar, 200 ribu dolar," ungkap Presiden.

Ia juga menyoroti besarnya kerugian negara akibat praktik tambang ilegal di kawasan PT Timah, yang ditaksir mencapai Rp300 triliun.

“Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, kerugian negara total 300 T. Kerugian negara sudah berjalan 300 triliun, ini kita berhentikan,” tegasnya.

Baca juga: Daftar Aset Rampasan Negara dari Tambang Ilegal yang Diserahkan ke PT Timah

Labib menilai penyerahan aset ini merupakan koreksi sistemik terhadap tata niaga komoditas strategis yang selama ini rentan terhadap praktik ilegal.

"Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran besar bahwa tata niaga komoditas strategis seperti timah tidak boleh dikuasai oleh praktik ilegal dan koruptif. Penyerahan aset kepada PT Timah adalah bentuk koreksi sistemik agar seluruh rantai produksi dan distribusi kembali dalam pengawasan negara," ucapnya.

Dengan tambahan aset tersebut, Labib optimistis PT Timah dapat meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas hilirisasi produk. 

Ia menekankan pentingnya peran PT Timah sebagai BUMN strategis dalam menjaga stabilitas pasar dan mendorong kemandirian industri nasional.

“Ini bukan sekadar soal aset, tetapi momentum untuk memperkuat kemandirian industri nasional. Hilirisasi timah dan pengolahan tanah jarang harus menjadi agenda jangka panjang yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan lapangan kerja di daerah penghasil,” katanya.

Lebih lanjut, Labib mendorong transformasi digital di tubuh PT Timah, termasuk penerapan sistem berbasis blockchain untuk menjamin transparansi rantai pasok.

“Momentum penyerahan aset sitaan harus menjadi awal reformasi tata kelola sumber daya alam agar PT Timah tidak hanya menjadi produsen, tetapi juga pelopor pengelolaan SDA yang bersih, berkelanjutan, dan bernilai tambah bagi ekonomi nasional,” tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved