Kamis, 9 Oktober 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Siapa I Ketut Darpawan? Hakim yang Fasilitasi Amicus Curiae 12 Tokoh di Sidang Praperadilan Nadiem

Sidang praperadilan Nadiem Makarim diwarnai pembacaan Amicus Curiae oleh 12 tokoh. Hakim I Ketut Darpawan fasilitasi dinamika hukum yang belum lazim.

Penulis: Abdul Qodir
Kompas.com/Irfan Kamil
SIDANG PRAPERADILAN NADIEM – Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, saat dihadirkan oleh tim kuasa hukum mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam sidang praperadilan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di PN Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025). Sidang ini dipimpin hakim ketua I Ketut Darpawan, yang sebelumnya memfasilitasi pembacaan Amicus Curiae oleh 12 tokoh antikorupsi. 
Ringkasan Berita:
  • Sidang praperadilan penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim kembali digelar di PN Jakarta Selatan dan dipimpin hakim I Ketut Darpawan.
  • Sidang diwarnai pembacaan Amicus Curiae oleh 12 tokoh antikorupsi, sebuah praktik yang belum lazim dalam praperadilan.
  • Kejaksaan Agung menyatakan penetapan tersangka telah sah dan didukung empat alat bukti.
  • Kritik terhadap prosedur hukum acara dan standar bukti menjadi sorotan utama sidang.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan penetapan tersangka yang diajukan mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali digelar dan dipimpin hakim I Ketut Darpawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 3 Okotkber 2025. Sidang ini diwarnai pembacaan Amicus Curiae oleh 12 tokoh antikorupsi, sebuah praktik yang belum lazim dalam praperadilan.

Nadiem mengajukan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pengadaan perangkat teknologi pendidikan tahun 2020–2022. Penetapan tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Agung, meski audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan tidak ditemukan mark-up atau pelanggaran harga dalam pengadaan Chromebook.

Kuasa hukum Nadiem menyebut penetapan tersangka cacat prosedur karena tidak disertai Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan tidak menjelaskan secara rinci dugaan pidana yang dikenakan.

Dalam praktik hukum, Amicus Curiae—yang berarti “sahabat pengadilan”—merujuk pada pihak ketiga yang bukan bagian dari perkara namun menyampaikan pandangan hukum untuk membantu hakim memahami isu yang sedang diperiksa. Di Indonesia, mekanisme ini belum diatur secara eksplisit dalam KUHAP, namun mulai digunakan dalam perkara-perkara yang menyangkut kepentingan publik atau prinsip hukum yang dipersoalkan.

Dua belas tokoh tersebut terdiri dari mantan pimpinan KPK Amien Sunaryadi dan Erry Riyana Hardjapamekas; advokat senior Arief T. Surowidjojo dan Todung Mulya Lubis; mantan eksekutif IBM Betti Alisjahbana; budayawan dan pendiri Tempo Goenawan Mohamad; Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid; mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman; mantan Dirut PLN Nur Pamudji; pegiat hukum Rahayu Ningsih Hoed; serta Arsil dan Natalia Soebagjo yang membacakan langsung isi pernyataan di persidangan.

Amicus Curiae yang dibacakan menyoroti kekosongan hukum acara dalam praperadilan, terutama terkait penetapan tersangka.

Baca juga:  Usut Korupsi Kuota Haji, KPK Kembali Dalami Pertemuan Eks Bendahara Amphuri dengan Yaqut Cholil

Arsil menyatakan, “Hakim praperadilanlah yang seharusnya dapat menguji apakah penilaian subyektif tersebut benar-benar beralasan atau tidak.”

Ia juga menekankan bahwa KUHAP tidak mengatur secara rinci tahapan pemeriksaan maupun bentuk permohonan praperadilan.

“Adanya kekosongan pengaturan prosedur pemeriksaan atau hukum acara praperadilan, terlebih praperadilan atas penetapan tersangka, memang sama sekali tidak disebut dalam KUHAP,” jelasnya.

Kritik juga diarahkan pada standar bukti yang digunakan Kejaksaan Agung. Dalam kasus Tom Lembong, audit BPKP dijadikan dasar penetapan kerugian negara. Namun dalam kasus Nadiem, meski BPKP menyatakan tidak ada mark-up dalam pengadaan Chromebook, hasil audit tersebut tidak dijadikan dasar penetapan tersangka.

Kejagung: Penetapan Tersangka Dinilai Sah

Kejagung menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim telah dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam pernyataannya pada Kamis, 4 September 2025, menegaskan bahwa penyidik telah mengantongi minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, bahkan empat alat bukti telah diperoleh: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk.

Kejagung juga menyebut bahwa Nadiem telah diperiksa sebagai saksi sebanyak tiga kali sebelum ditetapkan sebagai tersangka, yakni pada 15 Juni, 23 Juni, dan 4 September 2025.

Dalam foto: Kejaksaan Agung RI (Kejagung) menetapkan mantan Mendikbudristek RI Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, Kamis (4/9/2025).
Dalam foto: Kejaksaan Agung RI (Kejagung) menetapkan mantan Mendikbudristek RI Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, Kamis (4/9/2025). (Tribunnews.com/Jeprima)

Dalam sidang lanjutan praperadilan pada Rabu, 8 Oktober 2025, Kejagung menyerahkan sekitar 90 bukti surat, termasuk dokumen pengadaan Chromebook dan hasil penyelidikan internal terkait proses tender dan realisasi anggaran.

Ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar, Prof. Suparji Ahmad, yang dihadirkan oleh Kejagung, menyatakan bahwa laporan audit resmi dari BPKP bukanlah syarat mutlak untuk membuktikan kerugian negara dalam perkara korupsi.

“Selama sudah ada dokumen atau keterangan yang menunjukkan mekanisme perhitungan kerugian negara, itu sudah dapat memenuhi syarat formil untuk menetapkan tersangka,” ujar Suparji .

Suparji juga menegaskan bahwa praperadilan hanya menguji aspek formil seperti prosedur dan kewenangan, bukan substansi perkara atau pembuktian pidana. Ia menolak menjawab pertanyaan yang masuk ke pokok perkara, sesuai batasan hukum acara praperadilan.

Siapa I Ketut Darpawan?

I Ketut Darpawan lahir di Buleleng, Bali, pada 24 Mei 1980.

Ia merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Udayana dan memulai karier sebagai hakim di PN Waingapu, NTT. 

Ia kemudian bertugas di PN Pasangkayu dan menjabat sebagai Ketua PN Dompu sebelum dipromosikan ke PN Jakarta Selatan pada April 2025.

Baca juga: Kejagung Patahkan Pembelaan Ayah dan Pengacara Nadiem: Bisa Tersangka Meski Tak Terima Uang

Dalam kariernya, Ketut pernah menangani perkara seperti gugurnya permohonan PK Silfester Matutina dalam kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla (JK). Ia menyatakan permohonan gugur karena dua kali tidak hadir, meski ada surat keterangan sakit.

Ketut menerima penghargaan Insan Anti Gratifikasi dari Mahkamah Agung pada Desember 2024.

Ia dan istrinya, Ni Kadek Susantiani, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PN Raba Bima, menjalani karier kehakiman dengan pendekatan yang menekankan kesederhanaan dan integritas.

Sidang praperadilan Nadiem Makarim menjadi titik sorotan terhadap prosedur penetapan tersangka dan peran hakim dalam menguji objektivitas penyidik.

Pembacaan Amicus Curiae oleh 12 tokoh hukum menandai upaya kolektif untuk mendorong reformasi hukum acara praperadilan. Peran hakim I Ketut Darpawan dalam memfasilitasi pembacaan ini menjadi bagian dari dinamika kelembagaan yang layak dicermati.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved