Selasa, 14 Oktober 2025

Dana Reses Anggota DPR

Sufmi Dasco Klaim Anggota DPR Harus Nombok saat Reses: Ngobrol-ngobrol Kemudian Bagi Uang Saku

Dasco menilai kegiatan reses tidak bisa diseragamkan antar anggota karena komponen biayanya juga berbeda-beda.

Penulis: Igman Ibrahim
Tribunnews/Rizki Sandi Saputra
POLEMIK DANA RESES - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat ditemui awak media di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan bahwa anggota DPR kerap kali harus menambah biaya pribadi alias nombok saat menjalankan kegiatan reses di daerah pemilihan (dapil). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan bahwa anggota DPR kerap kali harus menambah biaya pribadi alias nombok saat menjalankan kegiatan reses di daerah pemilihan (dapil). 

Nombok adalah istilah informal dalam bahasa Indonesia yang berarti menutupi kekurangan dana atau biaya dengan uang pribadi.

Baca juga: Polemik Dana Reses Anggota Dewan, PAN Minta Kesetjenan DPR Jelaskan ke Publik

Hal itu terjadi karena banyak konstituen yang menuntut agar kegiatan reses disertai pembagian bantuan atau kegiatan sosial lain.

“Menyerap aspirasi itu, itu nggak cukup bikin menyerap aspirasi kan? teman-teman ini kan bikin kegiatan. Ada yang bikin misalnya sambil bagi sembako, ada yang bikin sambil kemudian pemeriksaan kesehatan gratis, ada yang bikin dia ngobrol-ngobrol sambil kemudian bagi uang saku, misalnya begitu,” kata Dasco kepada wartawan, Senin (13/10/2025).

Baca juga: DPR Bantah Ada Tambahan Dana Reses, Jumlahnya Tetap Rp700-an Juta

Uang saku adalah sejumlah uang yang diberikan kepada seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan, transportasi, atau keperluan pribadi.

Dasco menjelaskan, bentuk kegiatan reses tidak memiliki parameter resmi karena tiap dapil memiliki kondisi dan karakteristik berbeda. Karena itu, kata dia, biaya yang dikeluarkan pun tidak bisa diseragamkan antaranggota.

“Enggak ada parameter resmi kegiatan dapil itu harus apa, karena itu variatif tergantung situasi, kondisi, dan karakteristik daerah,” ujar legislator yang mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Banten III itu.

Ketua Harian Partai Gerindra itu mencontohkan, di beberapa dapil yang padat penduduk, anggota DPR bahkan harus menambah biaya kegiatan agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial antarwarga.

“Kadang-kadang kan itu kayak beberapa contoh kawan-kawan yang dapilnya padat, dapilnya padat ya contoh Habiburokhman, Jakarta Timur misalnya, ini Jakarta aja. Yang dapilnya padat, kalau dia bikin kegiatan sosialisasi di satu titik misalnya, kemudian bikin lagi yang lain di titik, tapi kemudian yang berdekatan dengan titik itu enggak dibikin, kadang-kadang konstituennya nagih. ‘Kok kami nggak ada apa-apa sembako?,’ misalnya gitu. Dia akhirnya ya nambahin, gitu loh,” jelasnya.

Dasco menilai kegiatan reses tidak bisa diseragamkan antar anggota karena komponen biayanya juga berbeda-beda.

“Belum bisa, karena enggak ada standar, kita enggak bisa bikin standar kegiatannya. Kita enggak bisa bikin standar kegiatannya, gitu loh, karena komponen kegiatannya itu kan gak sama, dan bervariatif, dan itu kan di banyak sekian ratus anggota itu gak bisa disamain,” katanya.

Karena itu, DPR tengah menyiapkan aplikasi pelaporan reses agar setiap kegiatan anggota DPR dapat diunggah dan dipantau publik.

“Nanti setiap anggota DPR wajib upload kegiatan resesnya di mana, bentuknya apa. Itu sudah bagus kalau kemudian mereka menunjukkan komponen biaya yang sesuai dengan dana yang diberikan,” tuturnya.

Ia menambahkan, aplikasi tersebut akan dikelola oleh Kesetjenan DPR dan diawasi langsung oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Publik nantinya dapat mengakses laporan kegiatan masing-masing anggota DPR.

“Kalau masyarakat mau lihat, tinggal ketik nama anggota DPR-nya. Misalnya ‘Sufmi Dasco’, nanti keluar laporannya. Itu juga akan dimonitor oleh MKD,” kata dia.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved