Rabu, 5 November 2025

Mulut yang Mengetik, Internet yang Merangkul,  Menuju Ruang Maya Ramah Anak Berkebutuhan Khusus

Di ruang kelas yang dipenuhi keterbatasan fisik, internet dan teknologi justru menjadi "anggota tubuh" baru, pemulih kemandirian

TribunSolo.com/Chrysnha Pradipha
Amel, siswa YPAC Surakarta dengan keterbatasan belajar daring di rumah 

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, sebanyak 39,71 persen anak usia dini sudah memegang ponsel, dan 35,57 persen telah mengakses internet. 

Paparan teknologi sejak usia sangat muda ini sering terjadi tanpa pendampingan, sehingga anak-anak rentan terhadap konten kekerasan, pornografi, hoaks, cyberbullying, dan pelecehan. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 41 kasus anak menjadi korban pornografi dan kejahatan siber sepanjang 2024, yang mencakup 2 persen dari total pengaduan dalam Klaster Perlindungan Khusus. Cyberbullying bahkan menempati peringkat ketiga dalam jenis pelanggaran yang paling banyak dilaporkan.

Kondisi ini juga dirasakan langsung oleh para guru. Seorang guru di sekolah reguler mengungkapkan bahwa murid-muridnya sering melakukan scroll tanpa batas, namun sekolah tidak memiliki alat atau sistem untuk mengawasi aktivitas digital mereka. 

“Akhirnya, yang marah justru mereka sendiri saat konten tak sesuai usia,” keluhnya. Ketimpangan akses juga dialami oleh anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurut data UNICEF dan Kemendikbud, hanya 30–40 persen ABK yang terhubung ke internet, dibandingkan dengan 50 persen anak non-difabel. 

Hal ini menciptakan isolasi digital yang berdampak pada pembelajaran daring dan akses hiburan.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, Telkom meluncurkan program AND (Application, Network, Device) pada September 2025 yang menjangkau 71 Sekolah Luar Biasa (SLB). Program ini menghadirkan Pijar Sekolah, sebuah LMS interaktif yang selaras dengan Kurikulum Merdeka, jaringan Wi-Fi yang stabil, dan perangkat komputer adaptif. 

Pijar Sekolah membantu mengurangi penggunaan kertas, menyesuaikan materi untuk ABK, dan menyediakan analisis pembelajaran secara real-time, memperkuat model hybrid seperti yang diterapkan di YPAC.

Dari sisi regulasi, pemerintah juga bergerak cepat. Peraturan Pemerintah TUNAS yang diresmikan oleh Presiden Prabowo pada 28 Maret 2025 mewajibkan platform digital untuk mengklasifikasikan risiko konten berbahaya, menetapkan akun dengan usia yang jelas, dan memperkuat pengawasan orang tua. Regulasi ini diberi masa transisi dua tahun dan disertai sanksi tegas bagi pelanggar. 

“Teknologi menjanjikan kemajuan, tapi tanpa pengawasan, bisa merusak akhlak anak,” tegas Prabowo. 

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menambahkan bahwa ruang digital harus mendukung tumbuh kembang anak, bukan menjadi sumber bahaya.

Upaya perlindungan juga datang dari sektor swasta. Dalam rangka memperingati Hari Keamanan Berinternet 2025, Google bersama Kementerian Komunikasi dan Digital meluncurkan berbagai fitur keamanan. 

Di antaranya, AI aman sebagai pengaturan default, Play Protect yang berhasil memblokir 13 juta aplikasi berbahaya sepanjang 2024, dan Enhanced Fraud yang melindungi 10 juta perangkat dari penipuan digital. 

Fitur Family Link membantu orang tua mengatur waktu layar anak, sementara SafeSearch diaktifkan secara otomatis untuk pengguna di bawah 18 tahun. Putri Alam, Direktur Google Indonesia, menyatakan, “Keamanan butuh upaya bersama – pemerintah, industri, dan komunitas.”

Untuk anak dan keluarga, Google perkuat perlindungan usia-spesifik: SafeSearch aktif otomatis untuk pengguna di bawah 18 tahun, blokir konten dewasa di pencarian, batasi video terbatas usia di YouTube dan Google Play, serta fitur kesejahteraan remaja. Tahun ini, Google uji model estimasi usia berbasis AI di AS untuk proteksi tepat – akan diperluas ke Indonesia. Google Play Protect yang memindai 200 miliar aplikasi per hari berhasil identifikasi 13 juta aplikasi berbahaya sepanjang 2024; Enhanced Fraud Protection blokir 36 juta instalasi berisiko dan lindungi 10 juta perangkat – kini hadir di Indonesia bersama Komdigi.

Inisiatif lain seperti #KeluargaCerdasBerinternet, dirayakan saat Hari Keluarga Nasional, mengajak keluarga menetapkan batasan teknologi bersama pakar seperti Saskhya Aulia Prima dari @tigagenerasi. 

Ia menyarankan: bukan melarang, tapi mendampingi diskusi etika digital untuk membangun ketangguhan anak. Family Link versi terbaru memudahkan orang tua mengatur screen time, lokasi, dan aplikasi – ciptakan kebiasaan sehat yang hormati pilihan keluarga. “Komunikasi terbuka soal konsekuensi online buat anak cerdas ambil keputusan,” tambah Saskhya. Google juga blokir 100.000 situs spam perjudian per minggu dan berhasil kurangi laporan hingga 75 persen – bukti komitmen melindungi anak dari konten berbahaya.

(*)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved