Rabu, 29 Oktober 2025

Catatan Kritis Imparsial Terhadap Meluasnya Peran Militer dalam Ranah Sipil

Menurut Imparsial saat ini memperlihatkan gejala rekonsolidasi militerisme yang mengancam prinsip supremasi sipil. 

Tribunnews.com/ Gita Irawan
CATATAN IMPARSIAL - Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad. Ia mengatakan selama satu tahun terakhir, pemerintah justru memperlihatkan gejala rekonsolidasi militerisme yang mengancam prinsip supremasi sipil.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga swadya masyarakat (LSM) pemantau hak asasi manusia di Indonesia, Imparsial memberikan catatan dan kritiknya terhadap setahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam bidang pertahanan.

Dalam evaluasi bertajuk ‘Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran di Bidang Pertahanan’, Imparsial menyoroti meningkatnya peran militer dalam ranah sipil, serta lemahnya komitmen terhadap agenda reformasi sektor keamanan.

Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad mengatakan selama satu tahun terakhir, pemerintah justru memperlihatkan gejala rekonsolidasi militerisme yang mengancam prinsip supremasi sipil

“Alih-alih memperkuat reformasi TNI dan akuntabilitas sektor pertahanan, kebijakan yang diambil justru memperluas peran militer dalam berbagai urusan sipil,” ujar Hussein dalam keterangannya, Senin (20/10/2025).

Hussein pun membeberkan kecenderungan tersebut tampak dari beberapa kebijakan, di antaranya pelibatan TNI dalam proyek-proyek non-pertahanan seperti program Food Estate di sejumlah daerah hingga terlibat dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

"Pelibatan TNI dalam kegiatan yang tidak termasuk dalam operasi militer selain perang (OMSP) dinilai berpotensi menggeser fungsi utama militer sebagai alat pertahanan negara," terangnya.

Selain itu, Hussein juga menyoroti pengangkatan sejumlah perwira aktif ke jabatan sipil.

Tentu, menurutnya, pelibatan perwira TNI aktif ini tidak sejalan dengan UU 34/2004 tentang TNI yang mengatur bahwa prajurit aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil sebelum pensiun. 

Selain itu, pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN) melalui Perpres Nomor 202 Tahun 2024 juga menjadi perhatian.

Pasalnya, Imparsial menilai kewenangan DPN yang sangat luas, termasuk klausul ‘fungsi lain yang diberikan Presiden’, berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan memperlemah kontrol demokratis dalam kebijakan pertahanan. 

“Kita khawatir lembaga ini justru menjadi superbody yang tidak akuntabel,” terangnya.

Tak sampai disitu, dia juga turut mengkritisi rencana pembentukan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) di bawah Kodim, yang dinilai berpotensi memperkuat struktur komando teritorial warisan masa Orde Baru.

Sebab, ia menilai hal itu berlawanan dengan semangat reformasi.

“Rencana ini berlawanan dengan semangat reformasi yang seharusnya mengurangi peran militer di ranah sipil dan politik,” jelasnya.

Sementara dalam catatan Peneliti Imparsial Riyadh Putuhena, dirinya juga menyoroti belum terselesaikannya reformasi peradilan militer.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved