Anggota Komisi II DPR Soal KPU Sewa Jet Pribadi Rp 46 Miliar Tidak Sesuai Fungsi: Sedih Saya
Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengaku sedih soal penggunaan jet pribadi yang tidak diperuntukkan sesuai fungsinya oleh KPU
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mardani Ali Sera mengaku sedih soal penggunaan jet pribadi atau private jet yang tidak diperuntukkan sesuai fungsinya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Meski Mardani sudah menegur KPU atas tindakan itu, di satu sisi ia mengaku sedih.
“Sudah (saya tegur), sudah. Sedih saya,” kata Mardani kepada wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).
Menurut catatan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sewa jet pribadi itu direncanakan untuk KPU mengakses wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di tengah sempitnya masa kampanye Pemilu 2024.
Informasi soal akses wilayah 3T itu juga serupa dengan klaim Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin sebelum akhirnya tidak terbukti di dalam sidang etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baca juga: DPR Diminta Evaluasi KPU RI Buntut Penyewaan Pesawat Jet Pribadi
“Kalau kemarin jet pribadi, saya catatannya, tidak digunakan sesuai peruntukan. Itu kan karena masa kampanye 75 hari, teman-teman untuk logistiknya kependekan, jadi untuk daerah 3T,” ujar politikus dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta I ini.
Diketahui dalam sidang putusan DKPP, penggunaan jet pribadi itu digunakan KPU ke wilayah-wilayah yang terdapat opsi penerbangan komersial, bukan wilayah 3T.
“Dalam pelaksanaan tidak buat daerah 3T. Di tempat-tempat yang menurut catatan DKPP, ada commercial flight ke situ. Ya jangan atuh kalau begitu,” ujar Mardani.
KPK Pelajari Penggunaan Jet Pribadi oleh KPU
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mempelajari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik penggunaan jet pribadi oleh pimpinan KPU RI.
Fakta-fakta yang terungkap dalam putusan tersebut akan menjadi bahan pengayaan bagi KPK dalam menindaklanjuti laporan aduan masyarakat mengenai dugaan penyelewengan dalam kasus yang sama.
Baca juga: Putusan DKPP kepada 5 Komisioner KPU soal Penggunaan Jet Pribadi Jadi Pelajaran Bagi Pejabat Publik
"Kami tentu nanti akan mempelajari putusan dari DKPP tersebut, fakta-fakta yang terungkap seperti apa, dan itu tentunya akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK dalam menindaklanjuti laporan aduan masyarakat tersebut," ucap Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Laporan terkait dugaan korupsi penggunaan jet pribadi KPU ini sebelumnya telah dilayangkan koalisi masyarakat sipil ke KPK pada Mei 2025.
Budi menjelaskan, karena tahapan laporan tersebut masih di tingkat pengaduan masyarakat, KPK belum bisa menyampaikan materi atau perkembangan penanganannya secara detail kepada publik.
Ia menegaskan bahwa KPK pasti akan memberikan informasi perkembangan penanganan laporan tersebut, namun hanya kepada pihak pelapor.
"Namun, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas KPK, maka atas setiap laporan aduan masyarakat, KPK pasti selalu sampaikan update perkembangannya kepada pihak pelapor, dan itu sifatnya tertutup atau rahasia," ujarnya.
Langkah ini, kata Budi, bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas pihak pelapor sekaligus materi pelaporan yang sedang ditelaah.
Sanksi peringatan keras
DKPP dalam putusannya pada Selasa (21/10/2025) menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Mochammad Afifuddin, empat anggota KPU yakni Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz, dan Sekretaris Jenderal KPU Bernard Dermawan Sutrisno.
Dalam putusan tersebut, terungkap fakta bahwa pagu anggaran untuk sewa dukungan kendaraan monitoring logistik Pemilu 2024 mencapai Rp 90 miliar.
Majelis DKPP menilai para pimpinan KPU telah menyalahgunakan fasilitas tersebut.
DKPP menemukan bahwa pengadaan jet pribadi itu dirancang untuk memantau distribusi logistik di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun, fakta persidangan menunjukkan penggunaan jet mewah jenis Embraer Legacy 650 itu tidak sesuai peruntukannya.
"Pada faktanya berdasarkan bukti rute private jet dan passenger list sebanyak 59 kali perjalanan, tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik," tutur anggota majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat membacakan putusan.
DKPP memaparkan, jet pribadi itu justru digunakan untuk kegiatan seperti monitoring gudang logistik, Bimtek KPPS, hingga kunjungan ke daerah yang bukan kategori 3T seperti Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Selatan.
Laporan dugaan korupsi ini sendiri diinisiasi oleh koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Themis Indonesia, Transparency International Indonesia (TII), dan Trend Asia.
Koalisi tidak hanya melapor ke KPK, tetapi juga ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan DKPP.
Koalisi menyoroti adanya dugaan masalah sejak proses pengadaan (procurement) yang dinilai tertutup, hingga penggunaan yang tidak sesuai peruntukan dan melanggar Peraturan Menteri Keuangan tentang perjalanan dinas pejabat negara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.