Rabu, 5 November 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Dituntut 12 Tahun Penjara, Begini Ekspresi Wajah Bekas Panitera PN Jakut Wahyu Gunawan

Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara pada perkara suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah.

Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
SIDANG SUAP HAKIM - Eks Panitera Muda (Panmud) Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan usai menjalani sidang pembacaan tuntutan kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (29/10/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Panitera Muda (Panmud) Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara pada perkara suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi.

Adapun hal itu disampaikan jaksa penuntut umum dalam surat tuntutannya di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Wahyu Gunawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun. Dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan, dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan," kata jaksa dalam surat tuntutannya.

Selain itu Wahyu Gunawan juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurangan penjara.

Serta pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,4 miliar.

"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," imbuh jaksa.

Sementara itu dalam pertimbangan hal yang memberatkan tuntutan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Perbuatan terdakwa telah menciderai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan atau yudikatif. Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana suap," imbuh jaksa.

Sementara itu hal yang meringankan terdakwa bersikap kooperatif dengan mengakui perbuatannya. Terdakwa belum pernah dihukum.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua penuntut umum.

Sebagai informasi, tiga korporasi besar itu yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda.

PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Uang pengganti itu dituntut oleh Jaksa agar dibayarkan oleh ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025 lalu.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved