Sabtu, 1 November 2025

JATAM Rilis Jejak Kerusakan Alam Imbas Aktivitas Tambang yang Terafiliasi Sherly Tjoanda

JATAM merilis temuannya terkait perusahaan tambang yang terafiliasi dengan Sherly Tjoanda di mana mengakibatkan kerusakan alam.

KOMPAS.com/Antonius Aditya Mahendra
JEJAK BISNIS SHERLY - Organisasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merilis hasil temuan terkait gurita bisnis pertambangan milik Gubernur Maluku Utara (Malut), Sherly Tjoanda. Berbagai permasalahan soal izin hingga kerusakan lingkungan muncul akibat aktivitas tambang tersebut. 

"Diketahui pula, produksi pertanian serta hasil laut mengalami penurunan drastis sehingga menurunkan ekonomi masyarakat pesisir," jelasnya.

Tak cuma membuat lingkungan rusak, JATAM juga mencatat bahwa operasi tambang yang dilakukan PT Karya Wijaya diduga tidak berizin.

Bahkan, hal tersebut menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2024 lalu.

"Operasi tambang PT Karya Wijaya diduga tanpa melengkapi izin penting seperti izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), izin jetty, dan jaminan reklamasi pascatambang."

"Bahkan terdapat dugaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi perusahaan ini masuk dalam sistem MODI tanpa melalui proses lelang yang seharusnya," katanya.

Permasalahan operasional PT Karya Wijaya semakin panjang ketika kini ternyata tengah bersengketa dengan PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara soal klaim operasi dan tumpang tindih wilayah konsesi di Pulau Gebe.

Namun, meski kedua perusahaan itu bersengketa, JATAM menegaskan perusahaan tersebut tetap bersalah karena melakukan pertambangan di Pulau Gebe yang termasuk dalam kategori pulau kecil.

Adapun keduanya berpotensi melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal larangan adanya aktivitas pertambangan di pulau kecil.

Perusahan Sherly lainnya yang juga mengakibatkan kerusakan alam yakni PT Indonesia Mas Mulia (IMM) yang beroperasi di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Aktivitas perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan tembaga ini diduga mengakibatkan beberapa sungai terkontaminasi bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida.

"Operasi perusahaan ini diduga kuat menyebabkan pencemaran sejumlah sungai utama di Desa Yaba, Kecamatan Bacan Barat Utara. Kekhawatiran masyarakat meningkat akibat potensi kontaminasi bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida yang terkait langsung dengan aktivitas tambang."

"Hal ini berdampak serius pada ketersediaan air bersih, lahan pertanian, dan kebun warga," kata JATAM.

Senada dengan PT Karya Wijaya, PT IMM juga diduga tidak memiliki izin terkait pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang memadai.

Selain itu, perusahaan juga diduga tidak melaksanakan reklamasi pasca penambangan dilakukan sehingga semakin memperbesar risiko kerusakan lingkungan di Pulau Bacan.

Potensi Konflik Politik: Kepentingan Ekonomi Keluarga di Atas Aspirasi Warga

Masih beroperasinya perusahaan yang terafiliasi dengan Sherly meski diduga kuat telah melakukan berbagai pelanggaran, dianggap oleh JATAM, membuat munculnya potensi masalah baru yakni kemungkinan terjadinya konflik secara politis.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved