Jumat, 31 Oktober 2025

Cendekiawan Yudi Latif Serukan Rekonstruksi Identitas Bangsa Lewat Pancasila

Menurut Yudi, kolonialisme tidak hanya menjajah secara fisik, tetapi juga membentuk watak inferior dan mental terjajah

Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
HUT KE-15 ALIANSI KEBANGSAAN - Merayakan hari jadinya yang ke-15 tahun, Aliansi Kebangsaan menggelar syukuran sekaligus peluncuran buku berjudul “Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia?” karya Dewan Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif pada Rabu (29/10/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Cendekiawan Yudi Latif menyerukan rekonstruksi jati diri bangsa agar Indonesia kembali berperan di panggung dunia. 
  • Dalam peluncuran bukunya “Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia?”, Yudi menegaskan kontribusi besar Nusantara—dari teknologi maritim hingga nilai kemanusiaan Pancasila—selama ini terkubur kolonialisme. 
  • Ia menilai Pancasila adalah sumbangan moral Indonesia bagi dunia, sekaligus jembatan antara tradisi dan modernitas di tengah krisis global.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Cendekiawan kebangsaan Yudi Latif menyerukan pentingnya rekonstruksi jati diri bangsa Indonesia agar dapat kembali menempatkan diri secara sejajar di panggung dunia.

Seruan tersebut disampaikan dalam peluncuran bukunya berjudul Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia? yang digelar bertepatan dengan peringatan 15 tahun Aliansi Kebangsaan, di Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Acara tersebut turut dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat, Ketua Dewan Pembina Nurcholis Madjid Society Ori Komariah Madjid, serta Pendiri Yayasan Dana Darma Pancasila Ir. Aburizal Bakrie.

Rekonstruksi Jati Diri Bangsa

Menurut Yudi, selama berabad-abad kontribusi besar bangsa Indonesia terhadap peradaban dunia terkubur oleh dominasi kolonialisme yang menghegemoni pandangan dunia dan mencabut masyarakat dari akar identitasnya.

“Kita pernah menjadi bangsa pelopor dalam banyak hal — mulai dari teknologi maritim, arsitektur, hingga sistem sosial yang berkeadilan. Namun sejarah kolonial membuat kita seolah hanya menjadi konsumen dari hasil peradaban bangsa lain,” ujarnya.

Baca juga: Negara Hukum Pancasila: Formulasi Negara Berketuhanan

Buku setebal 750 halaman tersebut merupakan hasil riset intensif selama 3 tahun.

Di dalamnya, Yudi menelusuri berbagai sumbangan Nusantara terhadap dunia: mulai dari perahu samudra yang menghubungkan peradaban kuno, Candi Borobudur sebagai keajaiban arsitektur, hingga nilai kemanusiaan yang terwujud dalam Pancasila.

“Selama ini sejarah dunia ditulis dari sudut pandang penjajah. Sudah saatnya kita menulis ulang sejarah kita sendiri — dari perspektif bangsa yang berdaulat,” tegasnya.

Pancasila: Sumbangan Moral Indonesia untuk Dunia

Lebih jauh, Yudi menilai Pancasila bukan hanya ideologi bangsa, tetapi juga sumbangan moral Indonesia bagi dunia.

Nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan gotong royong yang terkandung di dalamnya diyakini dapat menjembatani tradisi dan modernitas di tengah krisis global.

“Setelah menulis empat buku tentang Pancasila dan kebangsaan, saya menyadari bahwa yang belum saya tulis adalah Pancasila untuk dunia,” katanya.

Menurut Yudi, kolonialisme tidak hanya menjajah secara fisik, tetapi juga membentuk watak inferior dan mental terjajah yang masih terasa hingga kini.

“Kita perlu memulihkan kepercayaan diri bangsa dengan mengenali kembali sejarah dan kontribusi besar kita. Penulisan sejarah yang bebas dari bias adalah langkah pertama menuju kemerdekaan berpikir,” tambahnya.

Pancasila, lanjut Yudi, pernah menjadi inspirasi bagi bangsa-bangsa terjajah untuk berhimpun dalam Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung guna melawan penjajahan. Semangat itu, katanya, masih relevan untuk menghadapi bentuk-bentuk neokolonialisme baru di era globalisasi.

Peradaban Nusantara dan Jejak Inovasi Dunia
Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved