Kamis, 6 November 2025

Proyek Kereta Cepat

Whoosh Berbuntut Utang Rp116 Triliun, Sekjen PDIP Ungkap Megawati Lebih Usulkan Hal Ini ke Jokowi

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengaku menjadi saksi bagaimana Megawati berulangkali menanyakan, apakah Whoosh benar-benar dibutuhkan masyarakat.

|
Dok. Agus Suparto BPMI Setpres
PROYEK KERETA WHOOSH - Dalam foto: Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berfoto dengan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, sebelum berangkat menuju Stasiun Padalarang, Jawa Barat, Rabu (13/9/2023). 
Ringkasan Berita:
  • KCJB alias Whoosh merupakan salah satu proyek mercusuar yang dibangga-banggakan oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
  • Whoosh belakangan menuai sorotan tajam, karena terkuak sejumlah polemik, terutama beban utang proyek yang mencapai sekitar 7,27 miliar dollar AS atau Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500).
  • Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memiliki usulan lain untuk Jokowi ketimbang membangun kereta cepat.

TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkap, Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri memiliki usulan lain daripada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh.

Whoosh sendiri merupakan salah satu proyek mercusuar yang dibangga-banggakan oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi), lantaran diklaim sebagai kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara, dengan trase 142,3 kilometer.

Proyek ini dinilai sebagai alternatif solusi dalam mengatasi kepadatan arus transportasi Jakarta-Bandung yang selama ini bergantung Jalan Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) dan Padaleunyi (Padalarang-Cileunyi).

Namun, belakangan Whoosh menuai sorotan tajam, karena terkuak sejumlah polemik, terutama beban utang proyek yang mencapai sekitar 7,27 miliar dollar AS atau setara sekitar Rp116 triliun.

Hasto mengaku, dirinya menjadi saksi saat Megawati yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PDIP itu berkali-kali menanyakan, apakah proyek kereta cepat ini benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.

Sebab, ada banyak aspek yang dinilai seharusnya lebih diutamakan, seperti pendidikan, pertanian, maupun IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).

Hal ini disampaikan Hasto saat berbicara kepada awak media di sela-sela Seminar Internasional Peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Perpustakaan Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).

"Ya, kalau kita lihat kemarin kami laporkan kepada Ibu Megawati Soekarnoutri dan saya menjadi saksi bagaimana Ibu Mega berulang kali menyampaikan bahwa apakah rakyat memang memerlukan kereta api cepat tersebut?" ungkap Hasto.

"Bukankah kebutuhan-kebutuhan rakyat untuk pendidikan, bendungan-bendungan bagi para petani, kemudian menyediakan pupuk pada masa tanam itu jauh lebih penting?"

"Termasuk bagi keperluan pendidikan, kepentingan research, bagi membangun daya bangsa kita."

Hasto mengungkap, Megawati telah menyarankan, lebih baik membangun double track atau jalur ganda kereta api daripada membuat kereta cepat.

Baca juga: Diminta Relawan Jokowi untuk Siap Mental jika Ditetapkan Tersangka, Roy Suryo: Mereka Stres

"Saat itu Ibu Mega mengusulkan daripada kereta api cepat, lebih baik untuk membangun double track kereta api," jelas Hasto.

Adapun double track atau jalur ganda adalah jalur kereta api dengan dua rel, berbeda dengan jalur tunggal yang kereta apinya dapat berbagi jalur yang sama di kedua arah.

Selain itu, kata Hasto, ada saran juga untuk mengembangkan transportasi publik di Sumatera.

"Termasuk misalnya di Sumatera itu kan perlu terobosan transportasi publik. Jadi paradigma transportasi publik bagi kepentingan publik itu jauh lebih dikedepankan," tuturnya.

Singgung Perubahan Regulasi dalam Pembangunan Proyek Whoosh

Selanjutnya, Hasto juga menyinggung soal adanya perubahan regulasi terkait jaminan subsidi dari negara, sehingga kelanjutan proyek Whoosh seharusnya lebih dipertimbangkan masak-masak.

Dalam perjalanan pembangunan Whoosh, Jokowi melakukan perubahan peraturan yang mengatur tentang percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana proyek kereta cepat tersebut.

Awalnya, Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015, di mana kesepakatan pembangunan KCJB tidak akan mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Akan tetapi, lima tahun kemudian ketentuan itu berubah.

Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana KCJB.

Dalam pasal 4 ayat 2 Perpres Nomor 93 Tahun 2021 mengatur bahwa pendanaan lainnya seperti diatur ayat 1 huruf c, dapat berupa pembiayaan dari APBN dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan proyek strategis nasional (proyek KCJB) dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.

Menurut pasal tersebut, pembiayaan yang berasal dari APBN dilakukan dengan penyertaan modal negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium, dan penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium.

KERETA CEPAT - Penumpang turun dari Kereta Cepat Whoosh setibanya di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta, Rabu (29/10/2025). Pemerintah Indonesia dan China sepakat merestrukturisasi pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dan melalui skema restrukturisasi ini, jangka waktu pembayaran utang kereta cepat akan diperpanjang hingga 60 tahun sehingga beban keuangan menjadi lebih ringan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KERETA CEPAT - Penumpang turun dari Kereta Cepat Whoosh setibanya di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta, Rabu (29/10/2025). Pemerintah Indonesia dan China sepakat merestrukturisasi pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dan melalui skema restrukturisasi ini, jangka waktu pembayaran utang kereta cepat akan diperpanjang hingga 60 tahun sehingga beban keuangan menjadi lebih ringan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Saat itu, kita juga melihat ada beberapa perubahan kebijakan yang dimulai dari tidak adanya jaminan negara, kemudian berubah ternyata ada jaminan negara," tutur Hasto.

Terlepas dari sejumlah masukan dari PDIP, Hasto menyebut, keputusan untuk melanjutkan proyek pembangunan Whoosh tetap saja ada di tangan Jokowi.

Dan Jokowi terus tancap gas menggenjot proyek Whoosh hingga resmi beroperasi mulai 2 Oktober 2023.

"Tapi ketika itu Presiden Jokowi mengambil keputusan, ya tentu itu keputusan dari Presiden," ujar Hasto.

PDIP Sudah Beri Masukan 3 Kali

Hasto Kristiyanto mengungkap, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebenarnya sudah tiga kali memberi masukan mengenai rencana dibangunnya proyek Whoosh kepada Jokowi saat masih menjabat sebagai presiden.

Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan, seperti aspek geologis di wilayah Bandung.

Menurutnya, seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan program yang berpihak pada ekonomi kerakyatan.

"Sebagai partai politik, kami telah memberikan masukan-masukan sekitar tiga kali terkait dengan hal tersebut," ujar Hasto.

"Apalagi kita melihat potensi terkait dengan aspek-aspek geologis yang di kawasan Bandung yang juga harus menjadi perhatian."

"Bahkan, dijelaskan kepada para kepala daerah kita agar membuat program-program yang betul-betul dibutuhkan oleh rakyat dan mengangkat harkat martabat rakyat, khususnya sektor-sektor ekonomi kerakyatan."

"Itu yang harusnya menjadi skala prioritas."

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved