Sabtu, 1 November 2025

Proyek Kereta Cepat

Demokrat Sebut Proyek Whoosh Rugi Rp 2 T per Tahun, Pemerintah Harus Putuskan Siapa yang Tanggung

Herman menilai pemerintah harus segera menentukan pihak yang akan menanggung beban kerugian proyek kereta cepat agar tidak berlarut-larut.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KERETA CEPAT - Penumpang turun dari Kereta Cepat Whoosh setibanya di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta, Rabu (29/10/2025). Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, menyoroti kondisi keuangan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh yang terus mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun per tahun. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Ringkasan Berita:
  • Herman Khaeron menyoroti kondisi keuangan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh yang terus mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun per tahun.
  • Pemerintah harus segera menentukan pihak yang akan menanggung beban kerugian proyek tersebut agar tidak berlarut-larut.
  • Dalam rancangan awal, proyek Whoosh semestinya tidak hanya mengandalkan pendapatan dari tiket penumpang.
  • Namun juga dari pengembangan kawasan di sekitar Stasiun Halim dan Tegalluar.
 


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, menyoroti kondisi keuangan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh yang terus mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun per tahun.

Herman menilai pemerintah harus segera menentukan pihak yang akan menanggung beban kerugian proyek tersebut agar tidak berlarut-larut.

Baca juga: Whoosh Disebut Bukan Cari Untung, Politisi PDIP Kaget: Gimana Dulu Jokowi Bisa Rayu Xi Jinping?

"Kalau rugi berarti ada hitung-hitungan yang kurang tepat. Ada pendapatan yang tidak cukup untuk menutupi kerugian. Rata-rata kerugiannya itu Rp 2 triliun setiap tahun," ujar Herman Khaeron kepada wartawan, Kamis (30/10/2025).

Ia menjelaskan, dalam rancangan awal, proyek Whoosh semestinya tidak hanya mengandalkan pendapatan dari tiket penumpang. 

Namun juga dari pengembangan kawasan di sekitar Stasiun Halim dan Tegalluar.

 

 

Namun, sejumlah rencana bisnis seperti integrasi dengan pusat perbelanjaan di Halim dan pengembangan Kota Walini oleh PTPN tidak terealisasi sepenuhnya sehingga potensi pendapatan berkurang signifikan.

"Kalau kerugian sebesar ini dibiarkan terus, sampai kapanpun akan rugi. Karena okupansinya tidak mencukupi untuk menyelesaikan bunga maupun pokok pinjaman," katanya.

Menurut Herman, terdapat dua opsi untuk menyelamatkan proyek tersebut di antaranya menjadikan sebagai objek negara yang dapat dibiayai melalui APBN.

Selain itu, lanjut dia, melakukan restrukturisasi bisnis dan keuangan KCIC melalui Danantara selaku superholding BUMN.

Ia menegaskan, meskipun proyek Whoosh menggunakan skema business to business (B2B), proyek ini tetap dapat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN.

"KCIC bisa disentuh oleh aparat penegak hukum. Meskipun prosesnya B2B, tapi 60 persen sahamnya dimiliki BUMN, sehingga tetap bisa diperiksa oleh BPK," ujarnya.

Herman juga menilai pernyataan pemerintah bahwa proyek Whoosh merupakan investasi sosial dapat diterima, asalkan pemerintah berani menanggung kerugiannya.

"Kalau memang ini bagian dari investasi sosial negara, ya berarti kerugian ditanggung negara lewat APBN. Fine, nggak ada masalah. Tapi kalau APBN tidak mau membiayai, lalu siapa yang akan menalangi?” pungkasnya.

Proses Pelanggaran Proyek Whoosh

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved