Demo di Jakarta
Ahli Ungkap Ada Potensi Pelanggaran Hukum dari Produksi Konten Berujung Demo Ricuh Agustus Lalu
Ahli Hukum dari Universitas Indonesia Satya Adianto, turut menyoroti masifnya siaran konten video dari beberapa anggota DPR RI Agustus lalu.
Ringkasan Berita:
- Ahli hukum UI, Satya Adianto, menyatakan bahwa konten video anggota DPR yang memicu demo ricuh pada Agustus 2025 berpotensi melanggar hukum jika mengandung unsur hoaks.
- Salah satu contoh yang disorot adalah video lama milik Surya Utama (Uya Kuya) yang diedit seolah-olah menghina netizen.
- Satya menegaskan bahwa produksi konten hoaks merupakan pelanggaran hukum, dan perlu diusut jika ditemukan data yang tidak benar.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum dari Universitas Indonesia Satya Adianto, turut menyoroti masifnya siaran konten video dari beberapa anggota DPR RI yang dinilai menghina perasaan masyarakat dan berujung demo ricuh di depan Gedung DPR serta sejumlah wilayah di Indonesia, akhir Agustus 2025 lalu.
Kata Satya, ada potensi pelanggaran hukum dari beredarnya video tersebut apabila mengandung unsur hoaks.
Pernyataan itu diutarakan Satya saat memberi kesaksian dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI atas kasus lima Anggota DPR RI nonaktif. Menurut dia, memproduksi konten hoaks merupakan pelanggaran hukum.
"Kalau sampai sejauh itu sampai memproduksi konten-konten (hoaks), itu pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum," kata Satya dalam ruang Sidang MKD DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Menurut Satya, salah satu konten yang berpotensi melanggar hukum, yakni video lama milik Anggota DPR RI Surya Utama (Uya Kuya) yang diedit menjadi baru.
Bahkan dalam video itu kata dia, terdapat muatan yang cenderung membuat kebencian di masyarakat.
"Misalnya kan yang Uya Kuya, diambil dari video lama, dibikin video baru seolah-olah Uya Kuya menghina netizen yang mengkritik beliau, mengkritik DPR, kurang lebih kan begitu. Itu pelanggaran hukum," kata dia.
Meski demikian, Satya tidak membeberkan secara detail siapa pihak yang secara sengaja mengedit video milik politikus PAN tersebut.
Dia hanya menegaskan, perlu adanya pengusutan terhadap potensi pelanggaran hukum ketika ditemukan data tidak benar pada sebuah konten.
"Jadi yang datanya tidak benar, bukan orang, tapi sudah diubah oleh MK ya, bahwa tidak bisa kalau pakai perorangan gitu ya," ucapnya.
MKD DPR RI mulai menggelar sidang atas kasus lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan masing-masing partainya.
Adapun lima anggota DPR RI Nonaktif yang dimaksud yakni, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Gerindra serta Surya Utama alias Uya Kuya dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dari Fraksi PAN.
Kelima anggota DPR RI tersebut dinonaktifkan karena diketahui melakukan aksi yang dinilai telah mencederai perasaan masyarakat dengan pernyataan dan sikapnya usai sidang tahunan MPR/DPR/DPD RI.
Sidang tersebut beragendakan permintaan keterangan saksi dan ahli.
Sejumlah saksi yang diundang untuk menjalani pemeriksaan MKD itu, antara lain Deputi Persidangan Setjen DPR RI Suprihartini, Suwarko, ahli kriminologi Prof. Dr. Adrianus Eliasta, ahli hukum Dr. Satya Arinanto, ahli sosiologi Trubus Rahardiansyah, ahli analisis perilaku Gusti Aju Dewi, dan Wakil Koordinator Wartawan Parlemen Erwin Siregar.
Sementara itu, Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam mengatakan, sidang tersebut digelar demi memenuhi asas transparansi terhadap proses etik para anggota DPR nonaktif.
"Sengaja persidangan ini dilaksanaKAN secara terbuka demi memenuhi asas transparansi," kata Nazaruddin saat membuka rapat, Senin (3/11/2025).
"Namun demikian kami perlu mengingatkan bahwa seluruh anggota MKD yang sekaligus majelis pemeriksa MKD tidak diperkenankan memberi komentar, pendapat dan kritik ataupun pembenaran terkiat perkara yang sedang ditangani," imbuhnya.
Nazaruddin menjelaskan, sidang akan mencari duduk perkara terkair rangkaian peristiwa saat yang dimulai pada 15 Agustus 2025 hingga awal September 2025.
"MKD menerima surat dari pimpinan DPR RI untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan untuk mencari kejelasan terkait rangkaian peristiwa yang mendapat perhatian publik yang terjadi sejak 15 Agustus 2025 sampai 3 September 2025," ujarnya.
Kata dia, rangkaian peristiwa yang dimulai yakni sejak Sidang Tahunan MPR bersama DPR dan DPD RI.
Dia menyinggung adanya tudingan yang menciptakan narasi kenaikan gaji anggota DPR RI.
"Ada pihak-pihak yang menyampaikan informasi bahwa di saat itu diumumkan kenaikan gaji anggota DPR RI yang direspons oleh anggota DPR dengan berjoget," katanya.
"Setelah sidang tersebut beberapa anggota DPR dituduh menyampaikan kalimat dan melakukan gestur yang tidak etis," imbuhnya.
Sebab itu, MKD DPR menghadirkan sejumlah saksi dan ahli untuk meminta penjelasan duduk perkara tersebut.
"MKD akan meminta keterangan dari saksi saksi dan ahli untuk memperjelas duduk perkara rangkaian peristiwa yang mendapat perhatian publik sejak 15 Agustus 2025 sampai 3 September 2025," pungkasnya.
Demo di Jakarta
| Sidang MKD, Ahli Sebut Viralnya Video Joget-joget Anggota DPR saat Sidang Tahunan Sudah Di-Framing |
|---|
| Koordinator Orkestra Unhan Sebut Anggota DPR Joget Bukan Karena Naik Gaji: Murni Terhibur |
|---|
| Jadi Saksi di MKD, Wartawan Senior Beri Keterangan soal Isu Anggota DPR Joget karena Kenaikan Gaji |
|---|
| Momen Ahli Media Sosial dan Wartawan Senior yang Meliput di Parlemen Beri Keterangan Sidang MKD |
|---|
| Polisi Ungkap Penyebab 2 Kerangka Baru Ditemukan Meski Gedung ACC Kwitang Terbakar Sejak Agustus |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.