Jumat, 7 November 2025

Proyek Kereta Cepat

Said Didu: Eks Menhub Jonan ke Istana, Simbol 'Kewarasan' Prabowo Kelola Negara

Said Didu, menilai pemanggilan Ignasius Jonan adalah simbol kewarasan Prabowo dalam mengelola negara, misalnya masalah Whoosh

TRIBUN/DANY PERMANA
JONAN DIUNDANG ISTANA - Potret Ignasius Jonan saat menjabat Menteri Perhubungan di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu 26 Oktober 2014. Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu menanggapi kedatangan Jonan di Istana pada Senin, 11 November 2025. 
Ringkasan Berita:
  • Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu, menilai pemanggilan Ignasius Jonan adalah simbol kewarasan pemerintahan dalam mengelola negara
  • Pendapat itu juga sejalan dengan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro yang menilai Prabowo mencari perspektif lain sebelum mengambil keputusan
  • Prabowo terlihat mencari antitesis suatu masalah dulu sebelum mengambil keputusan ini adalah tindakan observasi dengan lebih objektif

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu, mengomentari pemanggilan eks Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan ke Istana.

Diketahui, Ignasius Jonan datang memenuhi panggilan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (3/11/2025).

Tak hanya berdua, dalam momen yang sama Prabowo juga mengundang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI.

Ketiganya membahas persoalan serius yang tengah terjadi di Indonesia, termasuk polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh yang berbuntut utang lebih dari Rp100 triliun.

Menanggapi hal itu, Said Didu menilai pertemuan ini adalah bagian dari wujud kewarasan Presiden dalam mengelola negara.

"Semoga pemanggilan Pak Jonan oleh Presiden @prabowo ke Istana menjadi simbol kembalinya jalur kewarasan dalam mengelola negara," demikian tulis Said Didu dalam akun Twitternya, @msaid_didu, Senin.

Prabowo Cari Antitesa

Pendapat Said Didu ini sejalan dengan pernyataan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro.

Menurutnya, pemanggilan AHY dan Jonan ini membuktikan Prabowo serius dalam menanggapi polemik utang kereta cepat yang diresmikan pada era Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu.

"Dengan dipanggilnya Mas AHY dan Pak Jonan ke istana itu bukti konkret keseriusan beliau (Prabowo) menggarap masalah Whoosh ini agar bisa selesai secepat-cepatnya," kata Agung dikutip dari Kompas Tv, Senin.

Sikap Prabowo ini menunjukkan gaya kepemimpinan Prabowo berbeda dengan Jokowi dalam menyelesaikan suatu proyek yang bermasalah.

Baca juga: Prabowo Buka-bukaan Isi Pertemuan dengan Jonan, Whoosh Jadi Topik Panas

Agung menilai, Prabowo cenderung mencari antitesis saat terjadi masalah.

Dalam dunia politik, antitesis berarti sikap, pandangan, atau pernyataan yang berlawanan dengan arus utama atau kebijakan yang sedang berlaku, bisa berupa kritik, oposisi, atau ide tandingan terhadap suatu kekuasaan, partai, atau tokoh.

Dengan kata lain, antitesa politik adalah narasi yang kontra terhadap kebijakan atau pandangan politik dominan.

Hal ini tercermin dari dipanggilnya Jonan dan AHY untuk menghadap presiden langsung di Istana Kepresidenan.

Prabowo, kata Agung, mencoba mencari pandangan dari orang yang sebelumnya menentang atau menolak program yang dinilai bermasalah.

Dalam proyek Whoosh, Ignasius Jonan dikenal tegas menolak proyek tersebut.

Ia kabarnya juga dipecat dari posisi Menteri Perhubungan RI oleh Jokowi karena menilai proyek Whoosh tidak layak dilanjutkan.

Sementara AHY adalah Partai Demokrat yang notabene tak satu irama dengan arah kebijakan Pak Jokowi.

Meskipun, di sisi lain, kehadiran AHY juga diperlukan karena ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan.

"Saya melihat treatment Pak Prabowo ini berbeda dari Pak Jokowi. Ketika ada masalah, beliau kemudian langsung mencari antitesa, orang-orang yang memang sebelumnya agak berlawanan dengan Whoosh," ujar Agung.

Dengan dipanggilnya AHY dan Jonan, lanjut Agung, berarti Prabowo mencari perspektif yang berbeda terhadap suatu program yang bermasalah, termasuk polemik Whoosh.

Selain itu, penyelesaian polemik Whoosh pun dapat diobservasi dengan lebih objektif.

"Jadi, dengan dua orang ini hadir saja, saya dalam tanda petik 'cukup senang,' karena bisa melihat dalam bingkai yang lain," tutur Agung.

"Karena kan selama ini di publik, kita dengarnya ada Pak Luhut, kemudian respons Pak Purbaya atau Pak Rosan, atau dari Danantara yang lain semacam itu. Nah, kalau ada Mas AHY, ada Mas Jonan, ah ini berimbang, asyik ini kita lihatnya. Jadi lebih objektif melihat masalah ini," jelas Agung.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rizkianingtyas Tiarasari)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved