Gelar Pahlawan Nasional
Ray Rangkuti Menilai Soeharto Tidak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Ray Rangkuti menilai Soeharto tidak layak diberikan gelar sebagai pahlawan nasional karena saat menjabat terjadi KKN.
Ringkasan Berita:
- Ray Rangkuti menilai Presiden ke-2 RI Soeharto tidak layak diberikan gelar sebagai pahlawan nasional
- Alasannya selama Soeharto menjabat sebagai Presiden, telah terjadi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) berdasarkan keputusan TAP MPR.
- Ray Rangkuti juga merasa saat Soeharto menjabat presiden, terjadi otoritarianisme selama puluhan tahun dan tidak adanya sistem demokrasi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menilai Presiden ke-2 RI Soeharto tidak layak diberikan gelar sebagai pahlawan nasional.
Hal itu dikarenakan selama menjabat sebagai Presiden, telah terjadi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) berdasarkan keputusan TAP MPR.
Sementara itu wacana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto turut ditanggapi partai politik. Elite PDIP menolak wacana tersebut.
Sedangkan politisi PSI menilai PDIP yang belum berdamai dengan sejarah.
"Apa ya yang dimaksud berdamai dengan sejarah itu? Apakah maksudnya menjadikan seorang yang pernah disebut di dalam TAP MPR sebagai orang yang harus diselidiki dugaan KKN-nya selama menjabat sebagai pahlawan? Menjadikan seseorang yang di eranya sedang berkuasa, begitu banyak terjadi pelanggaran HAM sebagai pahlawan," kata Ray Rangkuti, Rabu (5/11/2025).
Baca juga: Romo Magnis Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Soroti Genosida 1965 dan Korupsi
Aktivis 98 itu mengungkapkan saat Soeharto menjabat presiden, terjadi otoritarianisme selama puluhan tahun, dan tidak adanya sistem demokrasi.
"Di masanya, demokrasi diberangus. Apakah hal ini yang disebut berdamai dengan sejarah. Jika begitu adanya, tentulah akan banyak orang yang tidak ingin berdamai dengan sejarah," sambungnya.
Lebih lanjut dikatakan dia, berdamai dengan sejarah tidak serta merta memaafkan pejabat yang disebut melakukan pelanggaran HAM, dan juga menyuburkan praktek KKN selama Soeharto menjabat Presiden RI ke-2.
"Pertanyaannya, apakah berdamai dengan sejarah itu harus memaafkan berbagai mantan pejabat yang disebut melakukan pelanggaran HAM, menyuburkan praktek KKN dan menghancurkan demokrasi bahkan, akan mengangkatnya menjadi pahlawan?" tuturnya.
Meski demikian, kata dia, jika Presiden Soeharto nantinya diberikan gelar pahlawan nasional, maka pemerintah menilai bahwa kepemimpinan Soeharto dapat menjadi contoh yang baik dan menjadi tauladan. Bagi kehidupan pejabat dan elite.
"Jika iya begitu, biarlah mereka melakukannya. Karena mungkin, mereka ingin menjadikan seseorang yang seperti disebut di atas sebagai tauladan bagi kehidupan mereka," ujarnya.
Padahal, lanjut Ray, Presiden Soeharto tidak layak menjadi pahlawan nasional karena berbagai permasalahan dan kasus pelanggaran HAM yang terjadi saat memimpin negara ini.
"Seseorang yang pernah disebut menyuburkan KKN, di eranya terjadi pelanggaran HAM yang masif dan demokrasi yang diberangus. Mungkin, bagi mereka, pejabat yang seperti inilah yang layak untuk diteladani," tandasnya Ray.
Baca juga: Bahlil Sebut Prabowo Pertimbangkan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
Diketahui Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning, menolak keras usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 Soeharto.
Ribka mempertanyakan alasan agar Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun itu untuk diberi gelar Pahlawan Nasional.
Ia menilai, mantan Panglima Komando Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) itu tak pantas diberi gelar Pahlawan Nasional.
Sementara itu Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Bestari Barus, menilai rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Bangsa Indonesia perlu menilai Presiden ke-2 Soeharto secara utuh, bukan hanya dari sisi kontroversinya.
Bestari pun sepakat Soeharto layak mendapat gelar Pahlawan Nasional.
“Soeharto adalah bagian dari sejarah bangsa yang tidak bisa dihapus,” ujar Bestari dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).
"Ia membawa Indonesia menuju stabilitas ekonomi, swasembada pangan, dan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Itu fakta sejarah yang tidak bisa disangkal," lanjutnya.
Bestari kemudian mengkritik sejumlah politisi PDI-P yang menolak usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.
Menurutnya, penilaian subjektif tidak sepatutnya mempengaruhi keputusan pemerintah dalam menentukan siapa yang layak menerima gelar pahlawan nasional.
“Pernyataan sikap satu atau dua orang dari PDIP tentu tidak akan mempengaruhi keputusan pemerintah."
"Saya yakin pemerintah memiliki mekanisme dan pendalaman yang komprehensif."
"Tim penilai gelar pahlawan sudah meneliti dengan matang, dan siapapun yang akan ditetapkan nantinya pasti telah memenuhi kriteria,” jelasnya.
Lalu, Bestari menilai, komentar negatif yang disertai kalimat merendahkan terhadap Soeharto menunjukkan pandangan yang tidak objektif terhadap sejarah.
Dia bahkan menyinggung PDIP yang belum siap berdamai dengan sejarah.
“Kalimat seperti "apa hebatnya Soeharto?' itu sangat tidak bijak. Justru kami melihat Soeharto sebagai sosok yang hebat karena berhasil menumpas gerakan 30 September yang menelan banyak korban jiwa dan mengancam keutuhan bangsa. Tanpa langkah tegas itu, mungkin arah sejarah Indonesia akan berbeda,” kata Bestari.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.