Duduk Perkara Sengketa Lahan 16,4 Hektare antara Jusuf Kalla dan Anak Usaha Lippo Group di Makassar
Jusuf Kalla tengah bersengketa lahan seluas 16,4 hektare dengan anak perusahaan Lippo Group di Makassar. Begini duduk perkaranya.
Ringkasan Berita:
- Jusuf Kalla tengah bersengketa dengan anak perusahaan Lippo Group, GMTD di Makassar, Sulawesi Selatan.
- Sengketa itu terjadi setelah tiba-tiba pihak GMTD melakukan ekseksui terhadap lahan seluas 16,4 hektare tersebut.
- Pihak Jusuf Kalla menegaskan memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat HGB dan bukti transaksi pembelian pada tahun 1993 lalu.
- GMTD diduga hanya melakukan klaim sepihak soal kemenangan atas gugatan terkait kepemilikan lahan tersebut.
TRIBUNNEWS.COM - Terjadi sengketa tanah seluas 164.151 meter persegi atau 16,4 hektare di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), antara PT Hadji Kalla dan anak perusahaan Lippo Group, PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
Pemilik PT Hadji Kalla, yakni Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), menyebut banyak kejanggalan dari proses hukum di pengadilan.
Adapun hal itu disampaikannya ketika melakukan peninjauan di lokasi lahan sengketa.
JK menduga dirinya menjadi korban mafia tanah atas langkah hukum yang dilakukan oleh GMTD.
"Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain," katanya pada Rabu (5/11/2025), dikutip dari Tribun Timur.
Baca juga: Pernah Sengketa, Pemprov DKI Bakal Bangun RS Internasional di Lahan Sumber Waras, Ini Kata Menkes
Dia menyebut mempunyai bukti sertifikat kepemilikan yang menunjukkan pihaknya sudah memiliki lahan tersebut sejak 1993.
JK mengatakan tanah itu dibelinya langsung dari anak Raja Gowa.
"Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini (lokasi) kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang (masuk) Makassar," tegas JK.
JK menilai putusan PN Makassar memenangkan gugatan sengketa lahan GMTD adalah wujud pelanggaran atas ketentuan dari Mahkamah Agung (MA).
Dia mengatakan saat eksekusi putusan tersebut, seharusnya ada perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun, JK menyebut justru yang hadir saat eksekusi hanyalah perwakilan GMTD.
"Dia bilang eksekusi. Di mana eksekusi? Kalau eksekusi mesti di sini (di lokasi). Syarat eksekusi itu ada namanya constatering, diukur oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang mana."
"Yang tunjuk justru GMTD. Panitera tidak tahu, tidak ada hadir siapa, tidak ada lurah, tidak ada BPN. Itu pasti tidak sah," paparnya.
Constatering merupakan istilah hukum berupa pencocokan batas-batas dan luas tanah dan atau bangunan yang hendak dieksekusi.
JK pun menyebut GMTD telah melakukan kebohongan dan rekayasa hukum.
"Ini Mahkamah Agung (aturan) mengatakan harus diukur oleh BPN. Jadi pembohong semua mereka itu," katanya.
Sementara, menurut pengacara Kalla Group, Abdul Aziz, kliennya tidak memiliki hubungan hukum dengan GMTD sehingga diklaim sengketa tanah tersebut dimenangkan oleh anak perusahaan Lippo Group itu di pengadilan.
Menurutnya, apa yang dilakukan GMTD hanyalah klaim sepihak.
Aziz mengatakan GMTD justru tengah bersengketa dengan seorang penjual ikan bernama Haji Rugayah.
"Kami tidak ada hubungan (persoalan) hukum dengan GMTD. Karena yang dituntut Manyombalang (Dg Solong). Itu penjual ikan kan? Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Jadi, itu kebohongan, rekayasa semua. Itu permainan Lippo (Group), ciri Lippo begitu," tuturnya.
JK Punya HGB
Aziz menegaskan pihak PT Hadji Kalla memiliki bukti empat sertifikat hak guna bangunan (HGB) lahan tersebut dan sudah terbit sejak 8 Juli 1996 lalu.
Secara lebih rinci, surat HGB pertama berupa surat ukur tertanggal 4 November 1993 seluas 41.521 meter persegi atau 4,1 hektare.
Selanjutnya, ada surat HGB kedua tertanggal 4 November 1993 dengan luas lahan 38.549 meter persegi atau 3,8 hektare.
Lalu, surat HGB ketiga tertanggal 4 November 1993 tertulis luas lahan 14.565 meter persegi atau 1,4 hektar.
Terakhir, surat HGB keempat tertanggal 4 November 1993 seluas 40.290 meter persegi.
"Selain bukti kepemilikan empat HGB tersebut dengan jumlah luas 134.925 meter persegi, klien kami juga memiliki bukti dokumen Akta Pengalihan Hak Atas tanah Nomor 37 tertanggal 10 Maret 2008 seluas 29.199 M2, sehingga total keseluruhan seluas 164.151 M2," ujarnya sembari memperlihatkan sertifikat fisik kepada wartawan.
Selain sertifikat kepemilikan, PT Hadji Kalla juga memimliki bukti transaksi pembelian lahan tertanggal 20 November 1993.
Adapun transaksi itu masing-masing dengan nomor 931/KT/XI/1993, seluas 41.521 meter persegi dari Andi Erni; nomor 932/KT/XI/1993 seluas 38.459 meter⊃2, dari Andi Pangurisang; nomor 933/KT/XI/1993, seluas 14.565 meter⊃2, dari Pihak Andi Pallawaruka; dan, nomor 934/KT/XI/1993 seluas 40.290 meter⊃2 dari pihak A Batara Toja.
Aziz juga mengatakan kliennya memiliki bukti perpanjangan HGB dari BPN Makassar.
"Pada tahun 2016 pihak BPN telah menerbitkan keputusan perpanjangan HGB klien kami sampai dengan tanggal 24 September 2036," tuturnya.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak GTMD terkait sengketa lahan ini.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Timur dengan judul "Jusuf Kalla: Mempertahankan Hak Milik, Harta, itu Syahid"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Timur/Ansar/Sudirman)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.