OTT KPK di Riau
Soal Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK, Mendagri: Akan Dinonaktifkan, Wagub Riau Jadi Plt
Mendagri Tito Karnavian merespons soal Gubernur Riau Abdul Wahid yang ditetapkan jadi tersangka KPK dalam kasus pemerasan di lingkungan Pemrov Riau.
Ringkasan Berita:
- Gubernur Riau Abdul Wahid yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus pemerasan terkait penambahan anggaran infrastruktur tahun 2025.
- Merespons penetapan tersangka pada Abdul Wahid, Mendagri Tito Karnavian menyebut dalam undang-undang dijelaskan, kepala daerah yang menghadapi masalah hukum, maka akan dinonaktifkan ketika ia ditahan.
- Kemudian posisi kepala daerah tersebut akan dijalankan Plt, yakni oleh wakil kepala daerahnya, hingga perkara tersebut inkrah.
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian buka suara terkait Gubernur Riau Abdul Wahid yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gubernur Riau Abdul Wahid menjadi tersangka dalam kasus pemerasan terkait penambahan anggaran infrastruktur tahun 2025.
Abdul Wahid diduga telah menerima total Rp2,25 miliar dari permintaan yang dijuluki 'jatah preman.'
Menurut Tito, dalam undang-undang sudah dijelaskan bahwa kepala daerah yang menghadapi masalah hukum, maka ia akan dinonaktifkan ketika ia ditahan.
Termasuk juga Gubernur Riau Abdul Wahid ini yang terjerat kasus pemerasan di lingkungan Pemprov Riau.
"Bukan diganti. Itu undang-undang mengatakan kalau kepala daerah ya menghadapi masalah hukum maka dia akan dinonaktifkan kalau dia ditahan. Kalau ditahan," kata Tito Karnavian dilansir Kompas TV, Kamis (6/11/2025).
Tito menambahkan, penonaktifan kepala daerah yang terlibat kasus hukum ini akan langsung ia lakukan jika yang bersangkutan ditahan.
Kemudian posisi kepala daerah tersebut akan dijalankan pelaksana tugas atau Plt, yakni oleh wakil kepala daerahnya, hingga perkara tersebut inkrah (berkekuatan hukum tetap).
"Kalau enggak ditahan tetap jalan terus. Tapi kalau ditahan maka dia akan dinonaktifkan. Saya akan nonaktifkan. Dan setelah itu kemudian di PLT-kan Wakil Gubernur sampai dengan perkaranya inkrah," jelas Tito.
Baca juga: Penampakan Rumah Dinas Gubernur Riau di Pekanbaru yang Digeledah KPK
Plt kepala daerah ini akan terus berjalan hingga kasus hukum tersebut inkrah.
Baru setelahnya ketika sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka DPRD akan menggelar rapat untuk mengusulkan wakil kepala daerah menjadi kepala daerah.
"Kalau nanti ternyata berlanjut terus ya PLT terus. Nanti kalau sudah inkrah baru nanti DPRD akan rapat untuk mengusulkan wakil gubernur sebagai gubernur nanti," imbuh Tito.
Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, mengumumkan penetapan tersangka pada Gubernur Riau Abdul Wahid dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025)
Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu M Arief Setiawan (Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan/PUPR PKPP Riau) dan Dani M Nursalam (Tenaga Ahli Gubernur Riau).
Tanak memaparkan bahwa kasus ini bermula dari adanya penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP, yang melonjak dari semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
Dia menjelaskan, awalnya ada kesepakatan pemberian fee sebesar 2,5 persen.
Baca juga: KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid
Hal ini dibahas dalam sebuah pertemuan di kafe di Pekanbaru antara Ferry Yunanda (Sekretaris Dinas PUPR PKPP) dan enam kepala UPT.
Hasil pertemuan itu kemudian dilaporkan Ferry kepada M Arief selaku Kepala Dinas.
Namun, M Arief yang disebut sebagai representatif Gubernur Abdul Wahid, justru meminta fee yang lebih besar.
“Tersangka MAS (M Arief Setiawan) justru meminta sebesar 5 persen atau sebesar Rp7 miliar,” kata Tanak.
Permintaan tersebut disertai ancaman.
Baca juga: Gubernur Riau Tersangka KPK, Petinggi PKB: Kok Bisa ya Kader Kami Seperti Ini?
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman," lanjut Tanak.
Menghadapi ancaman tersebut, seluruh kepala UPT wilayah beserta sekretaris dinas PUPR PKPP Riau akhirnya menggelar pertemuan kembali.
Mereka menyepakati besaran fee untuk Gubernur AW sebesar 5 persen atau Rp7 miliar.
"Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada kepala dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode '7 batang'," ucap Tanak.
KPK memerinci, uang tersebut kemudian diberikan kepada Abdul Wahid dalam beberapa tahap.
Baca juga: Gubernur Riau Abdul Wahid Tersangka dan Ditahan KPK, Gelar Datuk Seri Setia Amanah Otomatis Gugur
Pada Juni 2025, ia diduga menerima Rp1 miliar melalui Dani M Nursalam, orang kepercayaannya.
Selanjutnya, pada November ini, Abdul Wahid kembali mendapat setoran Rp450 juta melalui M Arief.
"Serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada AW," beber Tanak.
Total uang yang telah diterima Abdul Wahid mencapai Rp2,25 miliar dari total permintaan fee sebesar Rp 7 miliar.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ilham Rian Pratama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.