Selasa, 11 November 2025

Gelar Pahlawan Soeharto

Wakil Ketua Umum Golkar Respons Pernyataan Ribka Tjiptaning Soal Usul Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Idrus Marham, menanggapi pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning, yang menolak usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Chaerul Umam
GELAR PAHLAWAN NASIONAL SOEHARTO - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham, menanggapi pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning, yang menolak keras usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham, menanggapi pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning, yang menolak keras usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Idrus menilai komentar Ribka yang menyebut Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat” adalah bentuk penilaian emosional yang mengabaikan fakta sejarah. 

Menurut Idrus, warisan pembangunan dan stabilitas nasional yang ditinggalkan Soeharto tidak bisa dihapus hanya karena perbedaan pandangan politik.

"Golkar tidak akan mundur satu langkah pun. Jasa Pak Harto bagi bangsa ini nyata, tidak bisa dihapus dari sejarah. Perdebatan boleh terjadi, tapi fakta sejarah tidak bisa dibantah,” kata Idrus kepada wartawan di Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Sebelumnya, Ribka Tjiptaning secara tegas menolak rencana pemberian gelar tersebut. 

Dia bahkan menyebut Soeharto tak layak menjadi pahlawan nasional karena dianggap sebagai pelanggar HAM berat.

Pernyataan itu menuai tanggapan keras dari kubu Golkar. Idrus menilai, komentar Ribka mencerminkan sikap yang tidak proporsional terhadap sejarah bangsa.

"Kami hormati pandangan Bu Ribka dan teman-teman yang menolak, tapi jangan menutup mata terhadap kontribusi besar Pak Harto. Stabilitas nasional, pertanian, industrialisasi, pendidikan, dan pembangunan ekonomi modern dimulai di era beliau,” ujar Idrus.

Lebih lanjut, Idrua menegaskan, tidak ada pemimpin yang sempurna, termasuk Soeharto

Namun, kata Idrus, menolak gelar pahlawan dengan alasan politik justru menunjukkan sikap yang tidak objektif terhadap perjalanan sejarah bangsa.

"Sejarah tidak bisa dihapus dengan emosi politik. Kalau kita ingin adil, lihatlah secara utuh—ada sisi kelam, tetapi juga ada kontribusi besar terhadap kemajuan Indonesia," tandasnya.

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning, menolak keras usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 Soeharto

"Kalau pribadi oh saya menolak keras. Iya kan?" kata Ribka di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

Ribka mempertanyakan alasan agar Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun itu untuk diberi gelar Pahlawan Nasional. 

"Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan hanya bisa memancing, eh apa membunuh jutaan rakyat Indonesia," ujarnya.

Ia menilai, mantan Panglima Komando Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) itu tak pantas diberi gelar Pahlawan Nasional.

Sebab, selama ia berkuasa menjadi presiden, banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi.

"Sudah lah, pelanggar HAM, membunuh jutaan rakyat. Belum ada pelurusan sejarah, sudah lah enggak ada pantasnya dijadikan pahlawan nasional," ucap Ribka.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan RI sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menegaskan bahwa nama Presiden ke-2 RI Soeharto memenuhi syarat sebagai calon Pahlawan Nasional. 

Hal itu disampaikan Fadli usai melaporkan hasil seleksi calon penerima gelar pahlawan kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Fadli menjelaskan, pengusulan gelar pahlawan nasional berasal dari masyarakat dan melewati proses penilaian berlapis mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Kementerian Sosial sebelum dibahas di Dewan GTK.

“Semua 49 nama ini memenuhi syarat. Perjuangannya jelas, latar belakangnya, riwayat hidupnya sudah diuji secara akademik, secara ilmiah, melalui beberapa tahap,” kata Fadli.

Menurut Fadli, nama Soeharto merupakan salah satu tokoh yang telah beberapa kali diusulkan dan dinilai memiliki rekam jasa perjuangan yang signifikan. Termasuk, kepemimpinannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

“Termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan. Beliau memimpin Serangan Umum 1 Maret yang menjadi tonggak Indonesia bisa diakui eksistensinya oleh dunia,” ujarnya.

Saat ditanya soal kritik publik terkait dugaan pelanggaran HAM dan tuduhan genosida yang kerap diarahkan kepada Soeharto, Fadli mengatakan tidak terdapat pembuktian historis maupun hukum atas tuduhan tersebut.

“Enggak pernah ada buktinya kan. Enggak pernah terbukti. Pelaku genosida apa? Enggak ada. Saya kira enggak ada itu,” kata Fadli.

Lebih lanjut, Fadli menegaskan penilaian gelar pahlawan dilakukan berdasarkan fakta sejarah dan jasa, bukan opini politik.

“Kita bicara sejarah, fakta, dan data. Semua yang diusulkan ini datangnya dari masyarakat dan sudah ada kajian berlapis. Jadi soal memenuhi syarat, itu sudah memenuhi syarat,” ucapnya.

Dewan GTK menyampaikan terdapat 49 nama yang masuk dalam daftar kajian tahun ini. Dari jumlah itu, ada 24 nama diprioritaskan untuk disampaikan ke Presiden Prabowo.

Baca juga: Ditemani Titiek Soeharto, Kapolri Datangi SPPG MBG di Karanganyar, Diklaim Zero Accident

Jumlah akhir penerima gelar pahlawan nasional akan ditetapkan Presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres) jelang peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved