Pengamat Kritik Komposisi Komite Reformasi Polri, Anggap Mahfud & Jimly Cuma Formalitas Wakili Sipil
Pengamat menganggap masuknya Mahfud dan Jimly dalam Komite Reformasi Polri hanyalah formalitas demi menunjukkan adanya keterwakilan sipil.
Ringkasan Berita:
- Pengamat mengkritik komposisi Komite Reformasi Polri yang mayoritas beranggotakan unsur kepolisian dan pemerintah.
- Sementara, unsur sipil hanya diwakili dua orang yakni Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie.
- Menurutnya, adanya Mahfud dan Jimly hanyalah formalitas belaka agar menunjukkan anggota komite ada yang berasal dari unsur sipil.
- Padahal, komite dibentuk karena adanya desakan dari masyarakat. Maka, seharusnya mayoritas anggotanya berasal dari unsur sipil.
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengkritik komposisi dari anggota Komite Reformasi Polri bentukan Presiden Prabowo Subianto.
Bambang mengatakan sosok yang mengisi komite tersebut tidak mewakili harapan masyarakat. Pasalnya, mayoritas anggota berasal dari unsur kepolisian dan pemerintah.
Sementara, dari unsur sipil hanya diwakili dua orang yakni mantan Menkopolhukam Mahfud MD dan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie.
Sedangkan dari unsur kepolisian berjumlah lima orang yang terdiri dari tiga mantan Kapolri yaitu Idham Aziz, Badrodin Haiti, serta Tito Karnavian.
Bahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo masuk dalam komite tersebut bersama mantan wakilnya yang kini menjabat sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan yaitu Ahmad Dofiri.
Lalu, dari unsur pemerintah ada Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, dan Wakil Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan.
Baca juga: Lemkapi Sebut 10 Tokoh di Komite Reformasi Polri Bukan Orang Sembarangan, Diyakini Beri Dampak Besar
Bambang menganggap dengan komposisi di atas, maka komite ini tak ubahnya seperti representasi dari kepolisian itu sendiri. Padahal, Polri lah yang menjadi subjek untuk dibenahi.
Dia pun menyindir bahwa dengan komposisi keanggotaan semacam ini, maka lebih baik Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dibubarkan saja karena sudah diwakili oleh Komite Reformasi Polri.
"(Komite Reformasi Polri dengan komposisi mayoritas dari unsur kepolisian) Tidak akan mewakili harapan masyarakat. Lebih pada representasi dari kepolisian sendiri yang juga menjadi bagian problem selama ini."
"Komposisi tersebut apa bedanya juga dengan Kompolnas? Cuma ganti nama perwakilan dari masyarakat yakni Prof Mahfud dan Prof Jimly. Atau sebaiknya Kompolnas yang lama dibubarkan saja," kata Bambang ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (8/11/2025).
Ia menegaskan kembali bahwa reformasi Polri itu digaungkan atas tuntutan masyarakat. Sehingga seharusnya komposisi anggota mayoritas berasal dari masyarakat.
Bambang pun turut mempertanyakan Kapolri masuk dalam anggota komite. Padahal, sambungnya, Polri di era kepemimpinannya lah yang harus direformasi.
Ia pun menyarankan Mahfud dan Jimly untuk mengundurkan diri saja. Bambang menilai keberadaan Mahfud dan Jimly sebagai representasi perwakilan sipil hanyalah formalitas.
"Kalau yang dibentuk seperti itu, Prof Mahfud dan Prof Jimly sebaiknya mengundurkan diri. Karena itu akan jadi alat legitimasi dari tim yang tidak mencerminkan harapan masyarakat," jelasnya.
Bambang menjelaskan bahwa tujuan pembentukan Komite Reformasi Polri untuk membuat formula terkait struktur di internal Korps Bhayangkara.
Sehingga, imbuh Bambang, sudah seharusnya komposisi anggota komite lebih banyak dari unsur sipil.
Ia mengungkapkan adanya komite ini juga lantaran Polri dianggap tidak bisa menjalankan instrumen seperti aturan dan kebijakan yang dibuat sendiri.
"Artinya, Komite Reformasi Polri harus membuat formula terkait struktur Polri, termasuk pengawasan eksternal yakni Kompolnas yang lebih baik agar transformasi Polri bisa berjalan lebih cepat dan tepat sasaran," pungkasnya.
Prabowo Langsung Beri Arahan
Sebelumnya, Prabowo telah melantik 10 anggota Komite Reformasi Polri di Istana Negara, Jakarta, Jumat (7/11/2025). Adapun komite ini diketuai oleh mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie.
Setelah pelantikan, Prabowo langsung memberikan arahan kepada seluruh anggota komite tersebut.
Jimly pun membeberkan arahan Prabowo tersebut seperti adanya laporan tiap tiga bulan sekali terkait progres kerja.
"Komisi ini diharapkan bekerja tentu secepatnya, tapi Bapak Presiden tidak memberi batasan waktu, minimal 3 bulan itu sudah ada laporan walaupun itu bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan," kata Jimly.
Selanjutnya, Prabowo ingin agar Komite Reformasi Polri terbuka untuk menampung aspirasi dari warga.
"Bapak Presiden tadi memberi arahan supaya tim ini juga terbuka untuk mendengar aspirasi dari berbagai kalangan yang punya kepentingan," tutur Jimly.
"Ya, seluruh masyarakat kita punya kepentingan karena polisi adalah milik rakyat. Melayani rakyat, melindungi rakyat, mengayomi rakyat."
Baca juga: Ketua Komite Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie Ungkap Arahan Prabowo: Terbuka untuk Dengar Aspirasi
Menurut Jimly, Prabowo membentuk Komite Reformasi Polri sebagai bentuk respon terhadap aspirasi rakyat yang menuntut adanya evaluasi di internal kepolisian.
"Presiden memberi arahan kepada kami jelas gitu ya, beliau sangat responsif terhadap aspirasi rakyat mengenai kepolisian," ungkap Jimly.
"Bahkan, beliau juga menyampaikan tadi kepada kami, bukan hanya kepolisian sebetulnya yang harus dievaluasi, semua kelembagaan yang kita bangun sesudah reformasi juga perlu dikaji."Nah, salah satunya adalah kepolisian sesuai dengan aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat," sambungnya.
Jimly mengatakan rapat perdana Komite Reformasi Polri bakal digelar pada Senin (10/11/2025) lusa.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.