Selasa, 11 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Tutut Tak Masalah soal Kontra Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Semua Perjuangannya untuk Rakyat

Putri sulung Soeharto tak mempermasalahkan pihak yang kontra mengenai gelar Pahlawan Nasional untuk ayahnya.

Tribunnews.com/Taufik Ismail
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Putri sulung Soeharto tak mempermasalahkan pihak yang kontra mengenai gelar Pahlawan Nasional untuk ayahnya. 

Jaringan Gusdurian adalah komunitas nasional yang terinspirasi oleh nilai, pemikiran, dan perjuangan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Jaringan ini aktif dalam isu-isu sosial, budaya, dan kemanusiaan, serta memperjuangkan nilai-nilai pluralisme dan keadilan.

"Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto yang berkuasa secara otoriter selama 32 tahun patut dipertanyakan," ujar Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, Senin.

"Rezim Orde Baru yang dikendalikannya selama lebih tiga dasawarsa melakukan berbagai dosa besar demokrasi, mulai dari pelanggaran hak asasi manusia, praktik korupsi, represi politik, hingga kebebasan sipil politik," lanjutnya.

Alissa Wahid menambahkan, Soeharto tidak memenuhi syarat integritas moral dan keteladanan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Jaringan Gusdurian menolak secara tegas pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan menganggap keputusan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan reformasi. 

"Menyayangkan keputusan Presiden Prabowo dan pemerintah karena dianggap didasari oleh pertimbangan politik dan relasi keluarga, bukan kebijaksanaan moral dan sejarah," ucapnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh-tokoh bangsa adalah upaya penting dalam menjaga kesinambungan sejarah Indonesia.

Namun, dengan diberikannya gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, kata Andreas, tak sesuai prinsipnya.

Sebab, Andreas menyebut Soeharto memiliki sejarah kelam yang sudah menjadi pengetahuan umum rakyat Indonesia, terutama soal pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), serta Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

"Pahlawan Nasional bukan sekadar gelar kehormatan, tetapi cermin nilai dan arah moral bangsa."

"Karena itu, setiap keputusan negara dalam memberikan penghargaan ini harus mempertimbangkan semangat persatuan, rekonsiliasi, dan pembelajaran bagi generasi muda," kata Andreas, Senin.

"Kita tidak boleh lupa bahwa Soeharto punya jejak sejarah kelam, yang sudah menjadi pengetahuan umum, khususnya dalam hal pelanggaran HAM dan praktik KKN selama ia memimpin negeri ini," urainya.

Andreas mengaku ia mendukung pemberian penghargaan terhadap tokoh-tokoh yag sudah berjasa bagi tanah air.

Namun, ia menegaskan, pemberian anugerah tak seharusnya membuka luka lama rakyat Indonesia.

"Pahlawan nasional bukan hanya soal masa perjuangan kemerdekaan, tapi juga simbol moral bangsa."

"Lantas apakah Soeharto merepresentasikan simbol-simbol perlawanan terhadap tantangan-tantangan tersebut, atau justru sebaliknya?" pungkasnya.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fahdi Fahlevi/Chaerul Umam)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved