Selasa, 11 November 2025

Kasus Suap di Inhutani

Amplop Ajaib dan Mobil Idaman: Modus Suap Hutan Bos PT PML Terungkap di Sidang

Amplop SGD dan Jeep Rubicon jadi alat suap demi izin hutan Lampung. Sidangnya bikin geleng-geleng, konfliknya panjang, dampaknya ke rakyat.

Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha
SUAP IZIN HUTAN – Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng Djunaidi Nur dan staf operasional Aditya Simaputra duduk di kursi terdakwa dalam sidang dakwaan perkara suap pemanfaatan kawasan hutan Lampung di PN Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025). Keduanya didakwa memberi suap Rp2,5 miliar berupa amplop SGD dan Jeep Rubicon demi kelanjutan izin kerja sama register hutan. 

Ringkasan Berita:
  • Jeep Rubicon dan amplop SGD jadi alat tukar demi akses hutan register Lampung.
  • Sengketa korporasi berubah jadi barter uang dan mobil untuk lanjutkan izin pemanfaatan.
  • Sidang Tipikor ungkap kronologi suap, dari restoran Jakarta hingga showroom mobil Bandung.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Jeep Rubicon dan amplop berisi uang tunai dalam dolar Singapura senilai Rp2,5 miliar menjadi sorotan utama dalam sidang perdana kasus dugaan suap izin pemanfaatan kawasan hutan di Lampung.

Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025), mengungkap skema suap yang menyeret Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML), Djunaidi Nur, dan orang dekatnya, Aditya Simaputra, selaku terdakwa.

Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menyebut keduanya memberikan suap senilai total Rp2,5 miliar kepada Direktur Utama PT Eksploitasi dan Industri Hutan V (PT Inhutani V), Dicky Yuana Rady.

Tujuannya adalah agar PT PML tetap bisa melanjutkan kerja sama pemanfaatan kawasan hutan register 42, 44, dan 46 di Provinsi Lampung.

PT Inhutani V diketahui memiliki izin usaha pemanfaatan hutan seluas ±55.157 hektare di wilayah tersebut.

Pada 2009, perusahaan ini menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT PML untuk pengelolaan hutan tanaman. 

Namun, sengketa muncul pada 2014 dan berujung pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan perjanjian 2009 batal demi hukum, sementara perjanjian baru tahun 2018 tetap berlaku.

MA juga menghukum PT PML membayar ganti rugi sebesar Rp3,42 miliar plus denda 6 persen per tahun sejak 2021. Meski telah membayar, PT PML belum sepenuhnya bisa mengakses lahan karena sebagian dikelola pihak lain.

Di sinilah, menurut jaksa, pendekatan informal mulai dilakukan.

“Pada 21 Agustus 2024, terdakwa dan Dicky bertemu di sebuah restoran di Jakarta. Terdakwa menyampaikan bahwa ganti rugi telah dibayar dan menyerahkan amplop berisi SGD 10.000,” ujar jaksa.

Baca juga: Polisi Ungkap Ledakan Bom Rakitan di SMAN 72 Jakarta Berkekuatan Rendah

Pertemuan berlanjut pada Juli 2025. Dicky menawarkan lahan seluas 5.000 hektare kepada PT PML, dengan syarat mobil Mitsubishi Pajero Sport miliknya diganti dengan SUV mewah.

Djunaidi menyanggupi dan meminta Aditya mengurusnya. Pada 1 Agustus 2025, Jeep Rubicon dibeli dan diserahkan kepada Dicky.

Setelah nilai suap dan kronologi pemberian mobil mewah itu terungkap di persidangan, perhatian publik tak hanya tertuju pada barang bukti, tetapi juga pada akar konflik antara dua korporasi kehutanan ini.

Di balik amplop dan kendaraan mewah, tersimpan sejarah panjang sengketa izin pemanfaatan hutan yang akhirnya berujung di meja hijau.

Sebagai informasi, PT Inhutani V merupakan anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perum Perhutani, yang bergerak di bidang eksploitasi dan industri hasil hutan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved