UU Pemilu
DPR Dinilai Lamban, Pemilu 2029 Diprediksi Masih Gunakan UU Lama
Kinerja DPR RI periode 2024–2029 yang dinilai lamban membuat publik khawatir Pemilu 2029 digelar dengan UU yang sudah ada.
Ringkasan Berita:
- Publik khawatir Pemilu 2029 kembali menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2017 karena DPR RI periode 2024–2029 dinilai lamban membahas revisi UU Pemilu.
- Pembina Perludem Titi Anggraini menyoroti kemandekan DPR yang berulang seperti pada 2021, terutama akibat perbedaan pandangan soal ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
- Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai kinerja DPR makin menurun dan tidak serius membahas RUU Pemilu.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja DPR RI periode 2024–2029 yang dinilai lamban membuat publik khawatir Pemilu 2029 kembali dilaksanakan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Undang-undang ini sebelumnya menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 pada 14 Februari 2024.
Kekhawatiran tersebut mengemuka dalam diskusi publik yang digelar Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) di Jakarta, Senin (10/11/2025), dalam rangka HUT Ke-4 PKN.
Diskusi yang mengangkat revisi Undang-Undang Pemilu itu menghadirkan Ketua Majelis Agung (KMA) PKN Gede Pasek Suardika, Pembina Perludem Titi Anggraini, dan Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti sebagai pembicara.
Para pembicara menyoroti pentingnya DPR segera membahas revisi UU Pemilu guna menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan pemilahan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Publik disebut tidak menginginkan Pemilu 2029 kembali menggunakan UU lama, apalagi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Pembina Perludem Titi Anggraini mengingatkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu sebenarnya sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, namun hingga kini belum ada kemajuan berarti dari DPR.
“Diduga kejadian Pemilu 2024 akan terulang. Saat itu, DPR tidak bisa mencapai konsensus, padahal badan keahlian DPR sudah menyiapkan draf, bahkan sampai naskah akademik,” kata Titi.
Titi mengingatkan bagaimana kebuntuan serupa pernah terjadi empat tahun lalu.
“Bulan Maret 2021, tidak ada konsensus di internal DPR, karena ada yang mempertahankan Parliamentary Threshold (PT) di angka 7 persen. Ada yang ingin naik menjadi 10 persen dan ada yang tetap di angka 4 persen," ujarnya.
"Belum lagi ada kepentingan eksekutif. Deadlock. DPR dan pemerintah akhirnya memutuskan tidak merevisi UU Pemilu dan kenakan status quo. Semua tidak berubah. Akhirnya dikeluarkan Perppu,” imbuhnya.
Menurutnya, kondisi saat ini bahkan lebih memprihatinkan.
“Situasi hari ini tepatnya di November 2025, lebih buruk lagi. Naskah akademik RUU Pemilu yang menjadi usulan DPR belum ada. Padahal DPR harus mengirim naskah akademik itu ke pemerintah, lalu pemerintah membahasnya dan mengirim lagi ke DPR untuk dibahas bersama antara DPR dan pemerintah,” ucapnya.
Titi menilai belum ada kepastian apakah DPR mampu mencapai konsensus terkait isu-isu krusial seperti ambang batas parlemen, pemisahan pemilu, daerah pemilihan, dan mekanisme rekrutmen penyelenggara pemilu.
“Apakah DPR akan berhasil mendapatkan konsensus soal PT, soal pemisahan pemilu, soal daerah pemilihan (dapil), perekrutan penyelenggara pemilu dan sebagainya? Inilah masalahnya. Waktu terus berjalan dan saat ini sudah mau memasuki tahun 2026,” ucapnya.
UU Pemilu
| Yusril Singgung Sistem Pemilu Bikin Orang Pintar Kalah dari Artis, DPR: Wajib Revisi UU |
|---|
| Titi Anggraini Ingatkan DPR Segera Revisi UU Pemilu: Jika Tidak, Gugatan ke MK Terus Bertambah |
|---|
| Soal Pemisahan Pemilu, MPR RI Ingatkan Putusan MK Harus Selaras dengan Prinsip Sistem Pemerintahan |
|---|
| Jimly Asshiddiqie Soal Masa Transisi Pemilu 2029: Perpanjang Saja DPRD 2 Tahun, Apa Masalahnya? |
|---|
| Usulkan Pilkada Dipilih DPRD Provinsi, Cak Imin Bantah Disebut Ingin Menyenangkan Prabowo |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.