KPK Jawab Tangisan dan Pleidoi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi: Proses Hukum Sah, Kerugian Negara Nyata
KPK merespons nota pembelaan (pleidoi) yang disampaikan mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.
Ringkasan Berita:
- Tepis anggapan Eks Dirut ASDP bahwa penetapan tersangka dan perhitungan kerugian negara dilakukan secara sewenang-wenang
- KPK duga dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara tidak dilakukan secara objektif
- KPK menemukan adanya dugaan pengkondisian dan rekayasa dalam valuasi aset
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons nota pembelaan (pleidoi) yang disampaikan mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.
Kendati Ira Puspadewi sempat menangis dan mengklaim adanya framing jahat serta kriminalisasi dalam persidangan sebelumnya, KPK menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) telah didasarkan pada bukti yang kuat dan prosedur yang sah.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memastikan bahwa seluruh tahapan hukum yang dijalankan KPK, baik secara formil maupun materiil, telah sesuai aturan.
Hal ini sekaligus menepis anggapan terdakwa bahwa penetapan tersangka dan perhitungan kerugian negara dilakukan secara sewenang-wenang.
"Proses penyidikan dan penetapan para tersangka dalam perkara ini sudah diuji dalam praperadilan, dan hakim menyatakan bahwa seluruh proses yang dilakukan KPK telah memenuhi aspek formil dan dinyatakan sah," kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/11/2025).
Baca juga: Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Dituntut 8,5 Tahun Penjara Dalam Kasus Korupsi Rp 1,2 Triliun
Dalam pleidoinya pada Kamis (6/11/2025), Ira Puspadewi bersikeras bahwa akuisisi PT JN adalah langkah strategis yang menguntungkan negara (going concern).
Ia bahkan menyebut angka kerugian negara sebesar Rp 1,253 triliun sebagai sesuatu yang direka-reka dan tidak masuk akal.
Namun, KPK memiliki temuan berbeda.
Budi Prasetyo mengungkapkan bahwa proses due diligence (uji tuntas) dalam akuisisi tersebut diduga tidak dilakukan secara objektif, terutama terkait analisis kondisi keuangan PT JN.
KPK menyoroti bahwa akuisisi tersebut bukan semata-mata pembelian aset kapal, melainkan pengambilalihan saham yang disertai beban kewajiban utang yang besar.
Baca juga: Sidang Korupsi Rp 1,25 Triliun, PT Jembatan Nusantara Belum Kembalikan Pinjaman Rp 133 M ke ASDP
"Mengingat kerja sama akuisisi ini tidak hanya pembelian atas kapal-kapalnya saja, namun juga termasuk dengan kewajiban atau hutang yang nantinya juga harus ditanggung dan dibayar oleh ASDP," jelas Budi.
Lebih lanjut, KPK menemukan adanya dugaan pengkondisian dan rekayasa dalam valuasi aset.
Kapal-kapal milik PT JN yang diakuisisi dinilai sudah berusia tua dan memerlukan biaya perawatan yang tinggi, yang pada akhirnya membebani keuangan negara.
"KPK mengajak masyarakat untuk terus mengikuti perkembangan dalam perkara ini, dan mencermati fakta-fakta dalam persidangannya," ucap Budi.
Menangis
Dalam sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Ira Puspadewi tak kuasa menahan tangis saat menceritakan latar belakang keluarganya yang hidup dalam keterbatasan.
Ia mengisahkan perjuangan ibunya membesarkan lima anak di rumah yang dindingnya tak berplester dan atapnya bocor.
"Saya tidak pernah melamar melainkan selalu diminta bekerja. Nilai yang ditanamkan keluarga sejak saya kecil ternyata nilai profesional di dunia kerja berupa integritas, kompetensi, hingga akuntabilitas," ujar Ira sambil terisak.
Ira juga menyerang validitas audit kerugian negara yang digunakan jaksa, dengan menyebut bahwa perhitungan tersebut dibuat oleh internal KPK dan bukan oleh BPK atau BPKP, serta baru selesai tiga bulan setelah penahanannya.
Menanggapi dinamika persidangan tersebut, KPK mengajak masyarakat untuk tetap fokus pada fakta-fakta hukum yang terungkap.
Kasus ini dinilai sebagai pembelajaran publik mengenai modus korupsi yang kian kompleks, di mana kerugian negara dapat timbul dari manipulasi proses korporasi yang seolah-olah sah.
Sebagai informasi, jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut Ira Puspadewi dengan hukuman pidana penjara selama 8 tahun 6 bulan serta denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Jaksa meyakini Ira terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.